Tradisi Toron Etnis Madura

Secara historis, dikenal dua pola migrasi yang terjadi di kalangan etnis Madura, yaitu yang pertama, migrasi temporer atau disebut migrasi musiman (seasonal migration), sedangkan yang kedua pola migrasi permanen (permanent migration).  Migrasi  pola  yang  pertama,  umumnya  terjadi pada musim kemarau atau setelah masa tanam di mana pekerja migran meninggalkan pulau (onggha) dan baru kembali (toron) setelah masa panen, atau pada akhir Ramadhan, untuk berpesta bersama keluarga. Mereka biasanya tinggal di Jawa selama tiga sampai enam bulan atau dua minggu sampai satu bulan. Para pedagang biasanya tinggal lebih lama, enam bulan atau lebih (Kuntowijoyo, 2002: 78).

Pada tahun 1911, Komisi Kesejahteraan melaporkan bahwa karakteristik pekerja-pekerja migran temporer dari Bangkalan adalah laki-laki yang belum menikah, tidak memiliki tanah pertanian atau anak-anak. Sedangkan yang dari Sumenep juga laki-laki, namun sudah menikah (Kuntowijoyo, 2002: 79). Menurut hasil penelitian BAPPEDA Jawa Timur dan PAPIPTEK LIPI, sekitar 75% masyarakat Madura tinggal di luar pulau Madura, sedangkan sisanya yang tinggal di Madura hanya 25% (Subaharianto dkk, 2004: 30).

Menurut data BPS provinsi Jawa Timur pada tahun 2000, populasi Madura sebanyak 3.117.000 jiwa, sedangkan tahun 2007 diperkirakan mencapai 3.250.000 jiwa (Rifai, 2007: 30). Apabila menggunakan asumsi yang tinggal di luar pulau sebanyak tiga kali lipat (75%) hasil sudah pasti tinggal mengalikan dengan jumlah yang tinggal di pulau Madura.

Responses (2)

  1. asLm.. blog ini sangat bermanfaat untuk menggali informasi, menambah wawasan dan mengenal lebih dalam ttg Madura..
    saat ini saya sedang menulis ttg Madura (sbg tugas dlm studi).. apakah blog ini menyediakan forum diskusi?
    mator sakalangkong atas perhatiannya,
    Nia – mekkasan 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.