oleh: Afiatur Rizkiyah
Generasi milenial saat ini sudah banyak yang tidak mengenal bentuk permainan tradisional. Mereka lebih mengenal permainan modern berupa game online atau offline, baik melalui gawai maupun perangkat teknologi lainnya. Padahal banyak sekali permainan tradisional yang kita miliki. Walaupun namanya berbeda-beda di setiap daerah, namun aturan atau cara yang digunakan dalam permainan tradisional tersebut memiliki kemiripan atau cenderung sama.
Permainan tradisional yang ada di Nusantara, termasuk di wilayah Sumenep, terdapat banyak ragam, diantaranya petak umpet (tek-keteggan), gobak sodor (salodor), egrang (tenjak), bentengan (bentheng), lompat tali (bintel), kelereng (leker/taneker), dakon (dhako), bekel (beklen), dan permainan lain yang tidak dapat disebutkan semuanya.
Ragam permainan tersebut memberikan gambaran betapa budaya daerah telah memberikan pelajaran bernilai tinggi yang dimasukkan dalam tiap permainan. Nilai-nilai yang ditanamkan melalui permainan tradisional ini meliputi psikologi dan sosial yaitu menanamkan ketangkasan, kejujuran, keterampilan, kejelian, ketelitian, sportivitas, kecerdasan, dan kekompakan Nilai-nilai tersebut tampak pada tindak-tanduk serta aktivitas anak dalam memainkan permainan tradisional.
Melalui permainan tradisional, aktivitas fisik anak lebih terlatih. Anak juga dibiasakan untuk bersikap jujur, fair play, dan memiliki komitmen terhadap aturan permainan. Anak juga mampu mengakui kesalahan dan kekalahan mereka di depan teman-teman sepermainannya.
Beda halnya dengan permainan modern yang ada saat ini. Permainan jaman sekarang seperti play station, game online, tik-tok atau permainan lain sejenisnya, cenderung hanya mementingkan diri sendiri tanpa menghiraukan orang atau teman yang lain. Permainan modern menanamkan sikap individualistik, pasif (anak hanya duduk konsentrasi di depan gawai atau layar monitor), egois, dan bahkan agresif. Banyak anak terlalu asyik bermain dalam dunia maya hingga lupa shalat, makan, belajar maupun aktivitas lainnya. Anak menjadi pribadi yang agresif sebab dalam game online, anak berhadapan dengan permainan yang mengandung unsur kekerasan.
Saat ini orang tua merasa lebih senang jika putera puterinya hanya bermain dalam rumah, baik dengan alasan keamanan atau kesehatan. Sehingga para orang tua yang mampu secara ekonomi, cenderung memberikan fasilitas gawai atau PS di rumah. Namun jika orang tua lepas kontrol, karena menganggap anaknya hanya diam di rumah, tanpa ada interaksi dengan teman-temannya yang lain, maka dikhawatirkan anaknya akan tumbuh menjadi pribadi dengan karakter sosial yang kurang baik.
Oleh sebab itu, penting sekali untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari permainan modern tersebut pada permainan tradisional yang pernah kita lakukan saat kita kanak-kanak dulu. Kita bisa mulai mengenalkan kembali permainan tradisional atau permainan jadul (jaman dulu), pada anak-anak. Kita bisa lakukan di hari Minggu atau hari-hari libur memanfaatkan waktu bersama keluarga.
Berikut ini ada beberapa permainan tradisional yang bisa dimainkan. Permainan petak umpet disebut juga dhelikan, jethungan, jilumpet, jepungan, ta’ umpet, yangoyango, tek-keteggan, pal-eppalan, dan lainnya. Anak-anak Sumenep menyebut permainan ini sebagai tek-keteggan/pal-eppalan. Sebelum bermain, biasanya para pemain menentukan seseorang yang akan bertugas mencari teman lainnya yang nanti bersembunyi. Untuk menentukannya, semua pemain bisa melakukan hompimpa. Yang kalah saat hompimpa, dialah yang akan bertugas mencari teman-temannya yang bersembunyi. Jika semua teman yang ikut dalam permainan itu dapat dicari dan ditemukan, maka yang pertama kali ditemukan, harus mengganti menjadi pencari dalam permainan sesi berikutnya. Biasanya ada tempat tertentu berupa tiang, pilar, pohon, atau dinding yang dijadikan sebagai titik pusat bagi pencari, yang juga harus dijaganya agar tidak disentuh oleh teman-temannya yang sedang bersembunyi. Sebab jika tempat tersebut dapat disentuh oleh pemain lain, sembari menyebutkan kata pal, maka pencari awal akan terus bermain sebagai pencari teman yang sedang bersembunyi, pada permainan sesi selanjutnya.
Permainan lain yang berbentuk tim adalah gobak sodor, atau disebut salodor di Sumenep. Di tempat lain, ada yang menyebutnya sebagai galah panjang, cak bur, main belon, galah asin, atau galasin. Permainan ini membutuhkan area yang cukup luas. Permainan ini adalah sebuah permainan tim yang terdiri dari dua tim, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 – 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota tim harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan. Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur.
Anggota tim yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota tim yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota tim yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota tim yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan. Permainan ini bermanfaat untuk melatih kecepatan, optimisme, siap siaga, kerja sama, dan sportivitas.
Permainan lain yang juga bisa dimainkan dalam kerja sama tim adalah Bentengan. Di beberapa daerah dikenal dengan sebutan Rerebonan, Prisprisan, Omer, Jek-jekan, dan Bentheng untuk istilah Sumenep. Menyerang dan mengambil alih benteng lawan dengan menyentuh pohon, tiang atau pilar yang telah disepakati sebagai bentengnya. Dalam permainan ini dibutuhkan kecepatan berlari, kewaspadaan, percaya diri, kerja sama, setia kawan, berusaha dengan keras, toleransi, dan iwa besar
Ketiga permainan yang telah diuraikan ini sangat layak untuk dilestarikan. Salah satunya melalui kegiatan lomba, baik antar sekolah, desa, atau instansi. Karena permainan yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal ini, dapat mengembalikan mulai pudarnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam dasar Negara kita, Pancasila. Dan dapat kita tanamkan kembali dalam diri generasi bangsa, untuk mampu menjawab tantangan Abad 21.
(Tulisan ini terbit di buku Telisik Kearifan Lokal Sumenep – Rumah Literasi Sumenep)