Oleh: Lilik Soebari
Selain kerapan sapi (kerrabhân sapè), Madura juga memiliki tradisi yang rakyat yang tak kalah menariknya dengan kerapan sapi, yaitu sapi sonok (Sapè Sono’). Kalau kerapa sapi dimainkan oleh sapi jantan, sedangkan Sapè Sono’ dimainkan oleh sapi betina. Begini ulasannya:
Karakteristik dan Keunikan Seni Pertunjukan
Kalau anda berkesempatan mengunjungi dataran pulau Madura, bukan hanya tontonan Kerapan Sapi saja yang mampu menimbulkan decak kagum. Namun ada lagi salah satu atraksi yang akan membuat anda menggeleng-gelengkan kepala. Atraksi ini sangatlah unik dan menarik. Kalau dalam arena Kerapan Sapi anda menyaksikan adu kekuatan, kecekatan, kecepatan, kepiawaian untuk menjadi tercepat dan terdepan, maka atraksi yang satu ini sangatlah bertolak belakang, yaitu menampilkan keindahan, kelembutan dan gerakan lemah gemulai sepasang sapi betina.
Atraksi tersebut dinamakan “Sapè Sono’”. Sapè sono’ dalam event ini menampilkan sepasang sapi betina yang telah terlatih menunjukkan kebolehannya melakukan gerakan-gerakan indah dan gemulai. Konon, kelahiran Sapè sono’sebenarnya identik dengan sapi Kerapan, namun dalam perkembangannya sapi kerapan lebih populer. Kepopuleran sapi kerapan, disebabkan dalam atraksi lebih semarak. Karena pada atraksi sapi kerapan lebih menonjolkan kejantanan, keperkasaan serta semangat yang tinggi untuk menjadi yang terdepan dan nomer satu. Dan dalam setiap perlombaan, selalu menonjolkan kesan urakan, sangar, hura-hura serta mampu menguras emosi massa.
Bertolak belakang dengan sapi kerapan, Sapè sono’mempunyai karakteristik dan keunikan yang spesifik. Sapè sono’menggunakan sapi betina, karena sapi betina lebih akrab dengan para petani. Selain tenaganya digunakan di sawah dan ladang untuk membajak, sapi betina dapat dididik untuk mengedepankan perasaannya.
Atraksi Sapè sono’ lebih menonjolkan kelembutan perasaan, sehingga dalam setiap perlombaan peserta yang kalah ataupun yang menang tidak jauh berbeda. Yang kalah justru sangatlah senang dengan kemenangan lawannya, tanpa adanya perasaan iri dan dengki.
Sapè Sono’: Asal-usul Kesenian Madura?
Tak berlebihan apabila orang beranggapan bahwa Sapè sono’adalah simbol dari budi pekerti. Karena hewan semacam sapi dapat di ajar serta dididik untuk menggunakan perasaannya. Sapi bisa dan mampu diberi aturan, di ajar untuk patuh dan taat, di ajar untuk tidak menyentuh garis, di ajar untuk mengangkat kaki bersamaan, di ajar untuk bisa menari, menggoyangkan tubuh (berjoget) diiringi musik Saronen. Pertunjukan ini sangat menarik, unik, menakjubkan dan langka. Karena merupakan suatu jalinan emosi yang sangat harmonis antara manusia dan hewan.
Seusai panen biasanya para petani membutuhkan hiburan untuk mengisi waktu-waktu kosong. Karena hiburan sulit di dapat maka para petani/pemilik sapi mulai melirik sapi-sapi betina untuk dijadikan sarana hiburan. Yaitu dengan cara melatih kepekaan sapi betina yang biasa digunakan di sawah dan ladang untuk membajak. Di samping sebagai sarana hiburan, ternyata ada satu keuntungan yang lebih besar, yaitu peningkatan kualitas ternak..
Pemilihan induk yang berkualitas untuk bibit sapi ternyata mampu menghasilkan sapi dengan kualitas baik. Di samping menghasilkan bibit-bibit sapi sehat, daging sapi berserat halus dan bermutu tinggi, sapi-sapi jantan yang dihasilkan mampu berlari kencang. Yang lebih menakjubkan sapi-sapi betina bisa dilatih mengedepankan perasaan, sekaligus dipergunakan sebagai tenaga inti mengerjakan sawah dan ladang.
Proses Pelatihan dan Pembentukan
Seperti halnya Kerapan Sapi, atraksi Sapè sono’dilakukan oleh para petani pasca panen untuk mengisi waktu senggang. Dan untuk mendapatkan sepasang Sapè sono’yang terlatih diperlukan ketekunan, ketelatenan dan kesabaran yang tinggi dari para pelatih. Pemilik sapi biasanya memperlakukan sapi asuhnya seperti halnya memperlakukan seorang Balita. Bahkan perlakuan tersebut terkadang menimbulkan rasa cemburu pada si istri, karena porsi kasih sayang yang diberikan kepada bakal “Sapè Sono’” lebih tinggi kadar kuantitasnya daripada yang diberikan kepada istri.
Perlakuan-perlakuan khusus diberikan ketika sepasang sapi betina setelah berumur 1 bulan. Bakal sepasang Sapè sono’ini telah diseleksi dan telah memenuhi persyaratan, diantaranya mempunyai kulit bagus dan mulus, tanduk indah dan bentuk postur tubuh yang bagus pula. Setiap malam sapi-sapi ini dijaga agar tidak menjadi makanan nyamuk, selain itu menjelang tidur sapi-sapi ini dielus-elus, dimassage (di pijat) pada punggungnya. Hal itu dilakukan untuk mempererat jalinan emosi, dengan harapan sapi-sapi tersebut lebih peka dan lebih mudah ketika mengalami proses pelatihan.
Perlakuan khusus bukan hanya pada bentuk perlakuan si pemilik, namun juga pada konsumsi makanan. Selain rumput kualitas nomor 1, jatah makanan ditambah dengan menu nasi dicampur singkong. Dan untuk mendapatkan kulit yang mulus, bagus dan lembut maka minuman khusus disediakan pula. Ramuan minuman itu terbuat dari campuran kunyit, air kelapa dan gula merah.
Ketika menginjak umur 2 bulan, sepasang sapi ini mulai dilatih. Mula-mula sepasang sapi ini dicancang pada sebuah tonggak yang telah disediakan khusus pada sebuah panggung. Pada proses latihan tersebut sapi dilatih untuk mengangkat kaki depan secara bergantian ataupun bersamaan. Disamping itu sapi juga diperkenalkan pada musik yaitu dengan cara mendengarkan alunan musik Saronen dari tape recorder.
Proses latihan dilanjutkan di lapangan, sepasang Sapè sono’ini dihela mengelilingi lapangan dengan iringan musik Saronen. Proses latihan itu dilakukan terus-menerus selama satu tahun. Ketika sapi telah berumur satu atau dua tahun maka sepasang sapi tersebut sudah bisa dan mampu meresapi latihan/pelajaran yang diberikan. Selain itu sepasang sapi tersebut mampu dan peka terhadap alunan musik. Apabila musik Saronen diperdengarkan, secara otomatis sapi-sapi berjalan sambil melenggak-lenggokkan badan dan berjoget.
Tak berbeda dengan manusia, setiap sapi mempunyai kepekaan yang tidak sama. Ada sapi yang berbakat dan ini biasanya berasal dari faktor genetik. Untuk sejenis sapi berbakat ini, proses latihan hanya memerlukan waktu yang sangat relatif singkat. Untuk bibit sapi berjenis unggul ini biasanya berasal dari kecamatan Waru, Pamekasan. Sampai saat inipun bibit sapi yang baik, bagus, cantik dan cerdas masih berasal dari daerah Waru, Pamekasan. Biasanya para pemilik sapi, mencari dan membeli dari kecamatan tersebut untuk dijadikan bibit induk.