Karenanya, secara populer, migran Madura seringkali diasosiasikan dengan berbagai label seperti penjual sate, soto, tukang becak, tukang cukur, kuli angkut, kuli bangunan, dan semacamnya (Subaharianto dkk, 2004: 11).
Kuatnya tradisi migrasi di kalangan etnis Madura sebenarnya merupakan bentuk jawaban terhadap kondisi ekologis pulau Madura yang gersang dan tandus yang miskin daya dukung yang memadai untuk memenuhi kebutuhan populasi dalam jumlah besar yang terus berkembang. Dengan demikian, migrasi menjadi alternatif yang sangat signifikan sekali, bukan saja untuk mengurangi tekanan ekonomi dan sosial, melainkan juga menjadi saranauntuk mewujudkan perbaikan hidup yang diidealkan. Bahkan, pada periode tertentu di masa lalu, migrasi bagi etnis Madura juga menjadi strategi penting untuk menghindari kekuasaan tradisional yang opresif dan eksploitatif (Subaharianto dkk, 2004: 11).
Nampaknya, perbaikan ekonomi itu merupakan alasan utama yang mendorong seseorang untuk melakukan migrasi ke berbagai tempat yang lebih menjanjikan, terutama daerah perkotaan. Di samping untuk perbaikan pendidikan, tempat tinggal, dan lain sebagainya yang kesemuanya itu sebagai rasa tanggung jawab kepada keluarga (Lee, 1985: 40).
asLm.. blog ini sangat bermanfaat untuk menggali informasi, menambah wawasan dan mengenal lebih dalam ttg Madura..
saat ini saya sedang menulis ttg Madura (sbg tugas dlm studi).. apakah blog ini menyediakan forum diskusi?
mator sakalangkong atas perhatiannya,
Nia – mekkasan 🙂
Klik DISINI untuk membuka ruang lebih luas berwacana tentang Madura