Posisi Bangsawan Madura Era Penjajahan Belanda

Konspirasi Bangsawan

Bupati Pamekasan, Adipati Ario Abdul Aziz dan Para Tamu Setelah Pelantikannya (1905-1934)

Peranan bangsawan Madura umumnya terlihat dan kesediaannya untuk bekerja sama dengan penguasa kolonial; ditunjukkan, misalnya, dengan partisipasi mereka dalam ekspedisi militer menumpas berbagai pemberontakan di seluruh Nusantara. Di Madura sendiri, hanya diketahui ada dua “konspirasi bangsawan” pada abad XIX.

Pertama, yakni keterlibatan mereka dalam pembunuhan keluarga Harthoorn di Pamekasan tahun 1868, tujuh tahun setelah pemerintah kolonial secara langsung menguasai kabupaten itu. Peristiwa pembunuhan itu merupakan kejutan bagi penguasa kolonial, dan memberik an isyarat adanya dendam di kalangan para bangsawan.

Bagaimanapun, peristiwa itu mengingatkan kembali pada satu insiden beberapa tahun sebelumnya antara seorang laki-laki Belanda dengan seorang Raden Ario. Laki-laki Belanda itu dengan menunggang kuda secara kebetulan berpapasan dengan Raden Ario Surioatmojo, keponakan Bupati Pamekasan, cucu Panembahan Pamekasan terakhir, seorang letnan dua artileri barisan. Payung Raden Ario rupa-rupanya mengejutkan kuda orang Belanda itu dan meloncat-loncat. Laki-laki Belanda itu menjadi marah dan mencambuk payung Raden Ariodengan cemetinya. Perselisihan pribadi itu telah diputuskan, dan Raden Ario menyatakan dirinya puas. Tak satu pun menyadari bahwa insiden tersebut menandakan adanya isu rasial dan ketegangan sosial dalam masyarakat kolonial.

Ketegangan semacam itu muncul ketika stratifikasi sosial penduduk asli di Pamekasan digantikan dengan stratifikasi sosial kolonial berdas arkan perbedaan ras. Para administrator Belanda pada pemerintahan kolonial yang baru dibentuk, menyatakan posisi mereka berada di puncak piramida sosial, mendepak para bangsawan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.