Folklor dalam Pembentukan Kepribadian Masyarakat Madura

Oleh Diny Starina Rinto

Maraknya kasus kekerasan dan pembunuhan di Madura menarik perhatian penulis karena hal ini terlihat sebagai konfigurasi kepribadian umum suku bangsa Madura. Perilaku pembunuhan dan berbagai praktek kekerasan yang dipicu oleh berbagai hal, terutama pelecehan harga diri, di Madura dilakukan oleh seluruh anggota masyarakatnya. Hal ini dapat memicu munculnya stereotipe negatif yang menganggap bahwa suku bangsa Madura memiliki kepribadian umum mudah tersinggung, pemarah dan kejam.

Konflik kekerasan yang terjadi di Madura berkaitan dengan kebudayaan yang dimiliki serta nilai-nilai di dalamnya. Legitimasi masyarakat terhadap praktek-praktek kekerasan di Madura merupakan suatu hal yang harus dipandang secara obyektif, tanpa memasukkan penilaian subyektif yang akan memicu munculnya stereotipe negatif.

Gambaran umum mengenai masyarakat suku Madura adalah sebagai berikut,  masyarakat suku Madura tinggal di pulau Madura yang tersebar di empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Meskipun demikian, masyarakat suku Madura juga tersebar di daerah lain baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa.

Luas pulau Madura secara keseluruhan 5.304 km2 dengan panjang kurang lebih 190 km dan jarak terlebar 40 km. Ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 2 meter sampai 350 meter. Ketinggian paling rendah adalah daerah-daerah pantai baik di bagian barat, utara, timur dan selatan. Sedangkan ketinggian tertinggi menyebar di bagian tengah pulau berupa pegunungan-pegunungan kecil. Pulau ini dikelilingi pulau-pulau kecil yang berjumlah lebih dari seratus (100), baik yang berpenghuni maupun tidak.

Secara geologis, gambaran lingkungan alam pulau Madura ditandai oleh permukaan tanahnya yang didominasi oleh susunan batu kapur dan endapan batu kapur, dengan lapisan aluvial laut di sepanjang pantai utara dan empat dataran aluvial sungai, satu di barat, dua di selatan dan satu di timur. Berdasarkan gambaran umum mengenai alam pulau Madura, dapat diketahui bahwa kondisi alam mungkin mempengaruhi kepribadian umum masyarakat Madura yang secara stereotipikal dianggap memiliki kepribadian negatif seperti yang telah dijabarkan sebelumnya.

Fokus tulisan ini akan ditunjukkan pada kajian mengenai kebudayaan dan kepribadian dengan contoh kasus di Madura. Konflik kekerasan yang terjadi di Madura dilatarbelakangi oleh konsep harga diri dalam kebudayaan orang Madura. Hal ini menyebabkan praktik-praktik kekerasan demi mengembalikan harga diri seseorang dianggap sebagai suatu hal yang wajar, bahkan, dalam kebudayaan yang bersangkutan dapat dikatakan merupakan suatu hal yang baik dan perlu dilakukan.

Praktik-praktik kekerasan bahkan pembunuhan untuk mengembalikan harga diri bagi orang Madura disebut carok. Carok disosialisasikan melalui peran agen-agen sosialisasi, yakni keluarga, teman bermain dan masyarakat sekitar. Penulis melihat adanya keterkaitan antara pola pengasuhan anak melalui pewarisan folklor secara turun temurun dengan pembentukan kepribadian anak yang kemudian membentuk suatu konfigurasi kepribadian masyarakat Madura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.