Bila anda memasuki Pulau Madura, ke arah timur, tepatnya sampai di desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan, atau sekitar 4 km sebelum memasuki kota Pamekasan, disitu terdapat sebuah lahan yang kemudian dikenal sebagai lokasi “Api Tak Kunjung Padam”. Api Tak Kunjung Padam atau kerap disebut “dhângka” (rumah) ini, memang memiliki latar kisah dari suatu legenda ” Pernikahan Ajaib Ki Moko “.
Disebut tak kunjung padam, lantaran dari tanah area tersebut muncul api yang selamanya terus menyala dan tidak pernah padam. Api tersebut kerap dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memasak dan kebutuhan lainnya.
Dikisah, pada sekitar abad XVI tahun 1605 saka atau tahun 1683 Masehi, hiduplah seorang pengelana penyebar agama Islam yang memiliki kesaktian luar biasa, yakni Ki Moko dengan nama asli Raden Wignyo Kenongo. Ki Moko sehari-hari adalah seorang pencari ikan dan hidup dengan sangat sederhana.
Diceritakan, Ki Moko pernah merasa risau, ketika mendengar kabar bahwa Raja Palembang beserta rombongan dalam waktu dekat akan berkunjung ke kediamannya. Kunjungan itu tak lain disebabkan keberhasilan Ki Moko menyembuhkan sang puteri raja.
Memang pada sebelumnya Ki Moko terpanggil untuk mencoba membantu mengobati penyakit sang putri raja. Dan Ki Moko telah mempersembahkan “bungbung” atau bumbung bambu kepada Sang Raja yang berisi penuh dengan berbagai mata ikan. Bumbung itu dikirimkan melalui utusan. Saat raja menerima persembahan dari Ki Moko, sang Raja terkejut dan takjib karena barang yang semula cuma mata ikan dan dianggap tidak berharga, namun tiba-tiba menjelma menjadi permata intan dan berlian. Rasa terkejut, heran dan senang itu membuat sang putri menjadi sembut dari penyakitnya.
Setelah kejadian tersebut, atas jasa Ki Moko yang membantu menyembuhkan penyakit putrinya, ia bermaksud membalas jasa tersebut dengan menikahkan putrinya dengan Ki Moko. Mendengar berita keinginan raja itu tentu merasa suka cita. Karena keterbatasan kemampuan menyambut sang raja, akhirnya Ki Moko mencari cara agar bisa menjamu rombongan kerajaan dengan sebaik-baiknya, dengan harapan tidak mengecewakan kedatangan sang raja. Persiapan kebutuhan telah tersiapkan, namun satu hal yang berlum terpenuhi yakni untuk penerangan cahaya sekitar terpenuhi, salah satunya harus terdapat sumber api sebagai media penerangan.
Kerisauan Ki Moko makin terasa, ketika mendengar berita bahwa tak lama lagi rombongan dari Kerajaan akan segera tiba, sekaligus sekaligus sebagai penetapan akad pernikahaan antara Ki Moko dengan putri raja. Menyambut peristiwa itu memang butuh suasana yang menyenangkan bagi para tetamu, apalagi tamu yang akan hadir ke rumahnya adalah keluarga kerajaan.
assalamualaikum warahmatullah
mohon maaf saran saja dengan demikian jika ada silsilahnya mungkin lebih mudah di kaji terkait abadnya
Halo
Assalamualaikum Min
Saya sedikit bingung dengan kebenaran cerita meski ya ini legenda yang banyak dibumbui mitos. Hanya saja di lain sumber saya membaca bahwa yg menikah adalah putra kè Moko dengan putri Palembang.
Halo, salam admin
Terimakasih untuk tulisan nya
Hanya ingin memperbaiki tahun munculnya sumber api abadi saja.
Karena ki Moko atau Raden Demang Wiknyo Kenongo adalah putra dari Tjakradiningrat II Gung Tengah jumeneng Ing Pamekasan.
Yaitu sodara muda dari Gung Seppo Tjakradiningrat I.
Ki Moko hidup di antara tahun 1780 – di atas 1800 M dan merupakan putra adipati Pamekasan trah Ronggoaukowati yg terakhir.
Beliau disebut juga Raden Nyaman Tanah Atau Raden Brojonoto bergelar Panembahan Larangan Tokol.
Jadi di kisah ini untuk tahun nya yg disebut di abad ke 16 kurang tepat
yang benar terjadi antara abad 18
Terdapat stamboon dari R Fathcullah Pamekasan pada 1910 yg menuliskan riwayat dan silsilah beliau.
Demikian terimakasih