Sastra Madura: dari Lisan sampai Modern

Oleh Syaf Anton wr

Sejak kapan sastra Madura mulai berkembang, sampai kini belum ditemukan  bukti otentik. Namun tampaknya dari beberapa keterangan, di Madura sudah mengenal tulis menulis pada jaman kejayaan Singosari. Namun pada waktu sebelumnya, sekitar abad 18, pernah berkembang sastra yang berbentuk cerita lisan, yang  kemudian mengimplementasi dalam kisah-kisah babat Madura. Cerita yang umumnya dalam bentuk fable dan farable tersebut, tampaknya sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra lisan selanjutnya.

Sastra Madura mengalami tahapan perkembangan kemudian digambarkan sebagai priodisasi perkembangan  sastra Madura, yaitu :  priode pertama; tahapan sastra Madura lama;  sampai tahun 1920; priode kedua; tahapan sastra Madura baru: sampai tahun 1945: dan priode ketiga; tahapan sastra Madura modern; sampai 1977 (sampai kini);

Sejak berdirinya Balai Pustaka, tampaknya mulai terbangun kondisi  segar peta sastra Madura. Sejumlah karya sastra yang umumnya ditulis dalam bentuk cerita, baik  karangan asli maupun terjemahan mulai  menunjukkan bumi. Demikian juga sastra lisan terus bertahan dari mulut ke mulut, namun untuk jenis sastra ini secara lambat makin kehilangan penuturnya.

Tampaknya fenomena sastra Madura dalam perkembangannya, banyak dipengaruhi oleh kehidupan sastra Jawa, hal ini tentu sangat beralasan mengingat selain wilayahnya yang berdekatan, pengaruh pergaulan antar kedua etnis, termasuk didalamnya, hubungan perdagangan, politik, pendidikan dan kebudayaan antara Jawa dan Madura, terdapat benang merah yang erat. Bahkan penggunaan bahasa komunikasi dan bahasa tulis Jawa sangat dikenal dengan sebutan Carakan Madura, atau Aksara Jaba, atau Jaban, hampir tidak ada beda. Untuk menunjukkan tingkat kesamaan dan pengaruh sastra Jawa dalam kehidupan sastra Madura, dapat diperhatikan dalam puisi-puisi (lisan) yaitu dalam bentuk tembang, seperti contoh: Salanget (Kinanthe), Pucung, Mejil, Maskumambang, Durma, Kasmaran, Senom dan seterusnya.

Sebuah Potret

Meski sastra Madura banyak  ditulis, namun sastra lisan tampak lebih menguat dan berkembang dihati masyarakat. Alasan ini kemungkinan, karena dunia  membaca kurang mendapat perhatian dan minat, karena kondisi masyarakat (pedesaan)  yang masih hidup secara  tradisional, sehingga perkembangan sastra  lisan tersosialisasi melalui pengaruh  lingkungan dan pergaulan. Karena  pemikiran dan pengkhayatan lingkungan kerap terjadi perubahan-perubahan, sastra lisan juga kerap mengalami penambahan-penambahan sesuai konteks perkembangan masyarakatnya. Bahkan sering terjadi, dalam bentuk sastra yang sama, bisa mengalami perbedaan antar wilayah (kampung) yang satu dengan wilayah lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.