Kobhung, Bangunan Tradisional Masyarakat Madura

Kobhung dalam Perspektif

Berbeda dengan surau, sejarah langgar dan Kobhung tidak banyak diketahui. Namun demikian, sejarah langgar tersebut dapat ditelusuri dari sejarah surau itu sendiri, mengingat fungsi keduanya sama. Secara linguistik surau berarti “tempat” atau “tempat ibadah”. Jadi suarau adalah sebuah bangunan kecil yang aslinya dibangun untuk menyembah nenek moyang. Oleh karena itu bangunan ini pada awalnya didirikan di atas tempat yang paling tinggi atau setidaknya lebih tinggi dari bangunan lain. Bangunan semacam ini banyak ditemukan di desa, sehingga ia berkaitan dengan kebudayaan desa meskipun dalam perkembangannya surau juga banyak ditemukan di kota 4)

Meminjam istilah Gazalba, surau atau langgar yang mula-mula merupakan unsur kebudayaan asli, setelah Islam masuk maka surau tersebut diklaim menjadi bangunan Islam,5) yang kemudian fungsinya bukan lagi hanya sebagai tempat peristirahatan, berkumpul keluarga dan bermusyawarah, tetapi juga sebagai lembaga pendidikan non formal yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan tempat mengaji.

Bertolak dari pendapat Gazalba tersebut, maka Langgar dan Kobhung sangat dimungkinkan sudah ada sebelum orang Madura mengenal Islam,6) karena pada realitasnya hampir dipastikan semua rumah di Madura terdapat Kobhung.7) Dengan kata lain, Kobhung merupakan kebutuhan masyarakat Madura, karena di samping berfungsi sebagai tempat beribadah, beristirahat, dan menerima tamu Kobhung juga dibutuhkan pada saat anggota keluarga Madura meninggal –kata orang Madura ada kifayah untuk menshalatkannya.

Dilihat dari sisi letaknya, Kobhung dalam tatanan bangunan Madura menduduki posisi penting, ia merupakan sentral dari taneyan yang terletak di sebelah barat dengan menghadap ke Timur, diikuti bangunan rumah di samping utara menghadap ke selatan dan dapur di sebelah selatan berhadapan dengan rumah. Disamping dapur –di sebelah kiri atau kanan— biasanya terdapat kandang sapi atau kambing8. Dari Kobhung inilah seluruh halaman rumah dapat diawasi. Bagi orang Madura taneyan itu dikatakan lengkap jika memiliki Kobhung. Itulah sebabnya mengapa kemudian masyarakat Madura berusaha – istilah Madura ja ngaja  membangun Kobhung.

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.