Potret Solidaritas dan Kebersamaan Masyarakat Madura
Oleh : Mulyadi
Sebagaimana dimafhumi bahwa puncak dari acara pernikahan adalah acara prosesi pernikahan atau yang populer disebut dengan pesta perkawinan. Acara ini merupakan perwujudan rasa syukur kepada Allah sekalilgus menyiarkan atau mempublikasikan pernikahan kepada kerabat. Bagi kebanyakan orang ini merupakan puncak kebahagiaan karena pada hari itu pengantin dinobatkan sebagai raja sehari bahkan berhari-hari. Dia bagaikan raja yang semua pandangan tertuju kepada mereka sepanjang acara prosesi pernikahan tersebut.
Dulu, pesta perkawinan cukup dengan mengundang para tetangga dan keluarga. Hanya merekalah yang menjadi saksi hari bersejarah kedua mempelai, diringi bacaan shalawat dan pujian rasa syukur kepada Allah S.W.T., karena sang putri telah disunting oleh pria idamannya yang disanjung-sanjung dan menjadi harapan keluarga kelak. Kebahagiaan orang tua mempelai dan kedua mempelai tiada bandingannya. Karena orang tua kedua mempelai merasa telah melaksanakan kewajibannya dengan baik. Begitu pula dengan kedua mempelai, mereka merasa berada di dunia baru. Dunia yang seakan-akan dipenuhi dengan warna cerah cinta dan kasih, dan tiada pernah terpercik warna kelabu bahkan kelam.
Kondisi yang berbeda terjadi pada saat ini, dimana pelaksanaan pesta perkawinan telah mengalami modifikasi yang luar biasa bahkan hampir keluar dari tujuan dari pesta perkawinan itu sendiri. Para keluarga dan tetangga tidak dianggap cukup sebagai saksi dalam penobatan kedua mempelai sebagai pasangan suami isteri. Akan tetapi setiap orang yang mengenal dirinya diharuskan untuk hadir dan menjadi saksi dalam pernikahannya. Apresiasi kebahagiaan tidak cukup dengan hanya memanjatkan rasa syukur dan shalawat, akan tetapi lantunan para biduan merupakan bagian dari wujud rasa bahagianya.
Melaksanakan pesta perkawinan memang perintah agama. Namun demikian, sudah menjadi budaya umum bahwa yang namanya pesta perkawinan harus mewah, berada di gedung pertemuan dengan menyediakan makanan enak dan sebagainya. Hal ini tidak jauh beda dengan apa yang terjadi di masyarakat pedesaan yang ada di Kabupaten Sumenep. Tradisi pesta perkawinan merupakan suatu keharusan yang wajib diadakan walaupun mereka kurang mampu, akan tetapi mereka berusaha untuk memeriahkannya walaupun dengan biaya yang bernilai jutaan.
Pada sisi yang lain dari perayaan pernikahan yang ada di Madura khususnya Kabupaten Sumenep dijumpai suatu tradisi atau kebiasaan yang dikenal dengan sebutan “ompangan”. Tradisi ini pada awalnya berbentuk suka rela dari kerabat atau tetangga kepada
keluarga yang punya hajatan pernikahan. Setiap orang yang di undang dalam acara hajatan pernikahan itu membawa barang sebagai bentuk saling membantu. Biasanya yang dibawa itu adalah beras atau gula.