Teknologi Pasca Panen Siwalan

Nata D-B’fla (nata Borassus flabelifer ) dan Manisan Bulan (buah siwalan) merupakan produk yang diharapkan akan menjadi produk unggulan baru bagi masyarakat Madura. Keunggulan produk nata secara umum adalah disukai oleh semua kalangan, daya tahan produk lebih lama, serta dapat dijadikan alternatif bahan campuran aneka makanan. Hasil penelitian Lempang (2010) mengemukakan bahwa nata dari tanaman siwalan tidak memiliki perbedaan dengan nata de coco yang sudah lebih awal menjadi makanan yang disukai oleh masyarakat. Nata D-B’Fla (nata Borassus flabelifer) juga dapat digunkan sebagai makanan rendah energi untuk program diet dan mengandung serat yang baik untuk pencernaan. Manisan bulan (buah siwalan) juga menjadi alternatif untuk memanfaatkan buah siwalan yang sampai saat ini belum diusahakan dan dimanfaatkan untuk menjadi produk bernilai ekonomis.

Upaya mereduksi label masyarakat dapat dimulai dengan memberikan keterampilan usaha berbasis potensi lokal daerah yang masih belum dimaksimalkan oleh masyarakat setempat yaitu tanaman siwalan. Keterbatasan pengetahuan teknologi pasca panen diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya keinginan masyarakat melakukan usaha berbasis potensi siwalan tersebut. Peningkatan keterampilan masyarakat melalui introduksi teknologi pengolahan pasca panen siwalan menjadi produk nata d b’fla (borassus flabeliter) dan manisan bulan diharapkan meningkatkan minat para warga untuk berwirausaha dan menjadi alternatif pilihan saat peraturan daerah disahkan.

Manfaat Pohon Siwalan (Lontar)

Daun siwalan atau lontar (Borassus flabellifer) digunakan sebagai media penulisan naskah lontar dan bahan kerajinan seperti kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor. Akan tetapi di Madura kebanyakan orang daun pohon siwalan (lontar) dibuat tikar dengan ukuran tertentu dan yang pasti akan cepat menghasilan uang.

Tangkai dan pelepah pohon Siwalan (Lontar atau Tal) dapat menhasilkan sejenis serat yang baik. Pada masa silam, serat dari pelepah Lontar cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.

Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga ) dapat disadap untuk menghasilkan nira lontar (legen). Nira ini dapat diminum langsung sebagai legen (nira) juga dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi tuak, semacam minuman beralkohol. Legen ini akan menjadi minuman yang menyegarkan sekaligus menyehatkan jika usia 0 sampai 2 hari tetapi kalau sudah lewat dari dua hari, maka akan menjadi tuak muda yang mengandung alkohol dibawah 2 persen, semakin lama yang rentan waktu yang dilewati maksa semakin banyak pula kadar alkohol yang ada didalamnya, dalam artian legen tersebut sudah menjadi tuak yang memabukkan.

Buahnya, terutama yang muda, banyak dikonsumsi. Biji Lontar yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa Tamil). Biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Tuban.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.