[junkie-alert style=”red”]
Dalam tradisi bertarung, di Madura dikenal dengan ojung (ojhung) yaitu sejenis pekelahian yang dilakukan sebagai bentuk ungkapan permohonan minta hujan. Ojung oleh masyarakat setempat dijadikan sebagai ritual yaitu sebagai bentuk persembahan kepada Yang Maha Kuasa dan dipimpin oleh sesepuh desa agar diturunkan hujan. [/junkie-alert]
Selain ojung dalam tradisi perkelahian bagi enik Madura dikenal tradisi perkehian dalam gelut (bergelut) yang kemudian dikenal sebagai keket. Tradisi keket juga ditampilkan dalam pertarungan di tempat terbuka seperti lapangan atau tegalan, diselenggarakan sebagai ritual menyambut musim kemarau. Karena pada saat tersebut, warga Madura mulai menikmati hasil penen dari lahan pertanian mereka.
Namun kemudian tradisi keket ini oleh masyarakat dijadikan sebuah perlombaan atau pertandingan dengan pertauran satu lawan satu yang digelar sebagai bentuk perkelahian yang dilombakan. Namun kini keket banyak ditampilkan diatas panggung.
Beda ujong, beda pula keket. Keket dalam pertarungannya seperti halnya tradisi sumo di Jepang, yaitu dalam bentuk perkelahian “gelut” satu dengan yang lain berusaha untuk merobohkan. Bila pelaku sumo dibutuhkan postur tubuh besar, kuat dan gemuk, sedang keket siapa saja boleh ambil bagian untuk bertarung selama punya kekuatan untuk menjatuhkan lawan.
Keket umumnya banyak berkembang di wilayah tapal kuda Jawa Timur, seperti Situbondo dan sekitarnya, dan dilakukan warga dari kalangan etnis Madura. Tradisi keket sendiri merupakan tradisi Madura, namun di Pulau Madura sendiri permainan ini kurang populer.dibanding ujhung.
[junkie-alert style=”yellow”] Sedang arti keket dalam pemahaman keseharian warga Madura, merupakan suatu bentuk perkelahian dengan menggunakan kekuatan tubuh untuk menjatuhkan lawan, yaitu dengan melingkarkan lengan ke bagian tubuh lawan, dan berusaha menekan sampai lawan jatuh. [/junkie-alert]
Akeket (bergelut) tanpa menggunakan pukulan tangan atau tendangan kaki. Jadi teknik permainan keket ini cenderung mengandalkan tekanan tubuh dan kekuatan lengan untuk membanting musuh sampai jatuh.
Permainan keket diawali penampilan beberapa tokoh yang kemudian akan menjadi wasit atau juri pertarungan keket. Para tokoh atau juri (umumnya terdiri 4 orang) terjun ke arena atau panggung lalu menari-nari dengan iringan musik tradisi.
Para tokoh penari tersebut, semata-mata bukan sekedar sebagai pembuka acara keket, tapi cenderung sebagai pawang dengan tampilan tari ritual dengan tujuan untuk mengamankan dan menjaga kemungkinan menjaga agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan saat keket berlangsung.
Karena keket sebagai tradisi yang dipertontonkan, selanjutnya diatura dengan ketentuan perkelahian dan bahkan dinilai seperti permainan tinju atau sumo. Menjelang memasuki arena pinggang pelaku keket (tokang keket) diikat dengan sarung. Dan fungsi sarung tersebut selain sebagai ciri dari tradisi keket, juga untuk melerai, bila terjadi pergumulan yang mengikat. Juri tinggal menarik ikat sarung tersebut, selanjutnya dilakukan keket kembali.
Keket akan berakhir bila salah satu lawan jatuh dan tidak mampu lagi untuk bertarung kembali.
Penulis: Syaf Anton Wr