
Dia tidak sadar, ada sesuatu yang besar telah terjadi pada dirinya. Dia terlalu asyik bercerita tentang kehebatan dirinya yang telah berhasil membuat kuda itu meringkik-ringkik penuh amarah. Sementara dia lupa bahwa dirinya di luar kesadarannya akan dibuat menangis oleh keadaan lain.
Sesampainya di rumah, dengan sisa tawa yang tawar, dia menceritakan peristiwa yang menakjubkan tadi. Dalam hatinya dia seperti tidak berhenti untuk bercerita dan terus bercerita. Sampai semua orang benar-benar mengaguminya. Sampai semua orang benar-benar patuh pada setiap perintahnya.
“Kak, Kak!” panggil panik isterinya dari dapur.
“Ada apa?” Sontak lelaki sombong itu melonjak dan langsung meluncur ke dapur mengira sudah terjadi sesuatu pada isterinya. Betul sekali, sesampainya di dapur. Dia harus mengernyitkan dahi ketika melihat yang sudah terjadi. Sesuatu yang sangat tidak masuk akal.
“Apa ini?” Tanya isterinya heran. Sementara dia benar-benar tidak memiliki jawaban selain tercengang.
“Bukankah saya menyuruh Kakak untuk membeli beras? Mengapa yang Kakak bawa malah garam? Kita akan makan garam?”
Ya, lelaki itu ingat ketika Rama Kaè bertanya tentang yang dia pikul, dia mengelabuhinya dengan menjawab ‘garam’ padahal yang dia pikul itu adalah beras. Dua sak beras itu telah berubah menjadi garam persis sebagaimana ia katakan.
“Ini tidak mungkin!”
“Apanya yang tidak mungkin? Kakak kira saya salah lihat?”
“Ini pasti sihir!” Peristiwa menakjubkan itu ternyata tidak membuat dirinya sadar dan mengakui kesalahannya. Kebenciannya semakin berkobar. Rasa dengkinya semakin menggunung.
Keesokan harinya, lelaki sombong dan congkak itu pun datang ke rumah Rama Kaè dengan dendam yang membara. Dia akan melakukan yang lebih parah pada lelaki yang gemar berjubah itu. Dia tidak hanya ingin kuda kesayangannya itu meringkik gila. Kalau perlu lebih dari itu. Perihal niat dan kedatangnnya itu sudah lebih dulu diketahui oleh Rama Kaè. Hanya saja dirinya tetap berpura-pura tenang dan tidak tahu menahu.
Disambutnya kedatangan lelaki congkak itu dengan senyum yang ramah. Dipersilakan lelaki itu duduk dengan sopan ke langgar kecil, tempat dirinya biasa menerima tamu-tamu. Tidak sedikit pun di dalam hatinya ada rasa benci, meski sebenarnya dia sudah tahu niat tamunya itu. Sifat dan sikap yang lemah lembut tetap dia tunjukkan pada tamu yang nyata-nyata ingin mencelakai dirinya.