Penjajahan Jepang yang berlangsung pendek ternyata berdampak besar. Untuk pertama kalinya penggemblengan rasa kenasionalan dilakukan secara bersistem, tatanan kefeodalan dihapus sehingga memungkinkan rakyat jelata yang berpendidikan menjadi pembesar, dan pemakaian bahasa Belanda dilarang untuk diganti dengan bahasa Indonesia. Akan tetapi Perang Asia Timur Raya yang dipicu Jepang juga membawa kesengsaraan luar biasa karena produk pertanian dan peternakan harus diserahkan untuk keperluan militer, pasokan obat-obatan dan tekstil terhenti, dan perdagangan antar pulau dilarang. Akibatnya, kesehatan rakyat merosot secara drastis dan kekurangan pangan merajalela, terutama karena terhentinya pasokan beras dan jagung dari Jawa. Dalam waktu kurang dari tiga setengah tahun sekitar 20% penduduk Madura mati kelaparan, atau hilang tidak tentu rimbanya karena dikerahkan dalam romusha.
Bertekuklututnya Jepang pada Sekutu dan diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak segera memungkinkan pemulihan keadaan sebab Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Secara gigih Madura ikut berjuang memertahankan diri dari incaran caplokan Belanda. Akan tetapi keterbatasan persenjataan, ketiadaan obat-obatan, dan kemustahilan melakukan perang gerilya berlama-lama oleh keadaan alam pulau yang tidak memungkinkan menyediakan dukungan, menyebabkan para pejuang Madura menghentikan perlawanannya dan hijrah ke Jawa menjelang akhir tahun 1947.
Belanda dan Cakraningrat serta orang-orang Madura yang memihaknya lalu mendirikan Negara Madura untuk kernudian bergabung dengan negara federasi yang direkayasa penjajah. Akan tetapi para pemuda Madura menentangnya sehingga sesudah kedaulatan Indonesia mendapat pengakuan dalam bentuk Republik Indonesia Serikat di akhir tahun 1949, Negara Madura merupakan negara boneka buatan Belanda yang pertama dibubarkan untuk disatukan kembali dengan Republik Indonesia. Tak lama kemudian Republik Indonesia Serikat pun bubar dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik indonesia.
Dalam ilma puluh tahun terakhir kehidupan bernegara dengan sistem demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi Pancasila ala Orde Baru yang dicoba diterapkan di Indonesia diikuti pula oleh orang-orang Madura. Akan tetapi hasil penerapan pelbagai sistem itu tidak sepenuhnya memuaskan. Salah urus, korupsi, nepotisme, kolusi, pengutamaan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan umum yang dipraktikkan oleh kalangan elite politik dan pimpinan nasional terasa pula imbasnya di Madura. Kepesatan laju pembangunan perekonomian Madura tidaklah berimbang dengan tempat-tempat lain di Jawa Timur, antara lain karena ketidaksamaan sarana komunikasi dan transportasi oleh keterisolasian pulau Madura secara fisik dan daratan Jawa. Oleh karena itu dapatlah dimengerti jika dalam banyak hal Madura merupakan daerah yang terbelakang di Jawa.
Hampir Semua penguasa kerajaan-kerajaan kecil Sumenep, Pamekasan, Jamburingin, Blega, dan Kota Anyar gugur melawan serangan penaklukan Sultan Agung, kecuali Adipati Sampang yang membelot dan Iangsung menyerahkan diri. Ia kemudian dijadikan penguasa baru Madura barat, namun secara halus disandera serta diharuskan terus tinggal di ibu kota Mataram dengan jalan dikawinkan pada adik Sultan Agung, dan kemudian secara anumerta dihadiahi gelar Cakraningrat I. > SAYA KIRA INI BUTUH KOREKSI BUAT PENULIS !! secara logika bagai mana R.praseno menjadi adipati sampang dimana pada saat itu dia masih anak-anak sementara bagaimana dia membelot karena waktu itu dia masih usia anak … saya kira penggunaan kata membelot tidak pas digunakan pada kalimat ini …. mudah2an ada revisi lebih lanjut dari penulis, terima kasih
Terima kasih koreksinya, mudah-mudahan komentar anda dibaca oleh penulisnya