Desa Patengteng merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan yang perlu mendapatkan perhatian kita semua dalam hal peninggalan sejarah dimana Desa Patengteng berkaitan erat dengan terjadinya prahara antara antara kerajaan Daha dan Tumapel (Kediri dan Singasari).
Menurut informasinya bahwa konon pasukan Tar-Tar setelah dikalahkan oleh Majapahit dan dipukul mundur hingga akhirnya tercerai berai, bahkan sebagian dari mereka ada yang terdampar sampai di Desa Patengteng yang dulunya bernama Mincay.
Nama Patengteng sendiri diduga sebagai nama yang berasal dari bahasa China, yaitu Paiting ting. Sebaran kelompok etnis yang menghuni Mincay selanjutnya dikenal sebagai kaum yang bercocok tanam padi dengan menggunakan sumber air yang ada. Pasukan Tar-Tar tersebut merupakan sekelompok orang China.
Selanjutnya orang-orang China tersebut bermaksud untuk mendirikan sebuah kerajaan kecil didusun Mincay. Lambat laun akhirnya orang China tersebut mulai mendirikan kerajaan. Kepercayaan yang dianut oleh sekelompok orang China tersebut adalah agama Hindu. Mereka mulai membuat sebuah arca yang bentuknya berbeda-beda dan menyerupai dewa. Dalam agama Hindu, Trimurti (atau Tritunggal Hindu) adalah tiga aspek Tuhan yang beraliran Waisnawa yang memuja Wisnu secara khusus.
Arca-arca tersebut dipercayai sebagai dewa yang bisa memberikan kesejahteraan dan kemakmuran dalam hidupnya. Ritual yang dilakukan adalah menyembah arca-arca tersebut dengan maksud berdoa untuk meminta keselamatan dari segala bahaya. Akan tetapi ritual dan tradisi yang dilakukan oleh sekelompok orang China tersebut kurang diterima baik oleh warga setempat dusun Mincay dan beberapa dusun lainnya di Desa Patengteng tersebut.
Hal ini mengakibatkan masyarakat di dusun Mincay merasa resah dan takut dengan keberadaan sekelompok orang China tersebut yang akan menyebarkan agama Hindu kepada warga di dusun Mincay Desa Patengteng.
Warga dusun Mincay yang mayoritas beragama Islam berusaha untuk membujuk orang-orang China tersebut untuk beralih memeluk agama Islam dan kalau tidak mau maka warga Desa Patengteng akan membunuhnya, namun mereka menolaknya bahkan orang-orang China tersebut malah membunuh warga Dusun Mincay.
Akibatnya masyarakat Dusun Mincay marah dan terjadilah pertumpahan darah di dusun tersebut yang mengakibatkan kedua belah pihak ada yang terluka dan meninggal. Karena jumlah warga Dusun Mincay lebih banyak akhirnya orang China tersebut menyerah, namun sebelum mereka ditangkap mereka berkata “sebelum kami dibunuh, ijinkan kami untuk memeluk arca yang kami sembah terlebih dahulu”. Arca yang dimaksud adalah patung emas yang besar yang dipercaya dapat melindunginya dari bahaya. Sebelum dibunuh oleh warga Desa Patengteng, akhirnya orang China tersebut meloncat ke dalam kobaran api yang sangat besar dan akhirnya meninggal.
Proses kematian dengan meloncat ke dalam kobaran api yang besar tersebut dipercayai oleh orang China yang beragama Hindu bahwa mereka akan langsung berengkarnasi setelah meninggal. Tetapi, ada pula sebagian memilih untuk melarikan diri dari Desa Patengteng karena takut akan dibunuh oleh warga setempat.
Di dusun Mincay tersebut banyak ditemukan kuburan orang China yang letaknya dimana-mana. Namun menurut salah penuturan warga Dusun Mincay yang pernah menggali kuburan orang China tersebut ternyata didalamnya tidak terdapat apa-apa (mungkin sudah menjadi tanah karena kejadiannya memang sudah lama sekali). Selain ditemukan beberapa kuburan, juga ditemukan beberapa arca Shiwa yang diduga arca laki-laki, kemudian juga ditemukan sepasang Lingga Yoni dan juga sebuah lumpang (lesung).
Dahulunya lumpang tersebut dipercaya oleh warga Dusun Mincay dapat memberikan keturunan. Dengan cara pasangan suami istri datang ketempat lumpang tersebut dengan membawa air dan memasukkan air tersebut kedalam lubang lumpang yang ada alu (semacam pemukul). Dari air yang dimasukkan kedalam lumpang tersebut kemudian ditaruh dimangkuk dan diminum dengan berdoa ingin diberi keturunan. Sekarang ini, kebiasaan tersebut sudah tidak dipercayai lagi dan sudah ditinggalkan, meskipun ada juga yang 1 atau 2 orang mempercayainya.
Saat ini ketiga benda bersejarah tersebut masih berada ditempatnya masing-masing yaitu dusun Mincay desa Patengteng meskipun kini kondisinya sudah tidak untuh seperti dahulu lagi. Benda peninggalan tersebut menjadi saksi bisu bahwa di Desa Patengteng khususnya di Dusun Mincay memiliki sebuah sejarah yang cukup menarik untuk digali kebenarannya lebih dalam lagi.
Dengan ditemukannya benda-benda bersejarah tersebut, sudah seharusnya bagi kita untuk merawat dan menjaga benda tersebut sebagai bentuk kepedulian kita terhadap peninggalan sejarah karena merupakan salah satu cagar budaya di Kabupaten Bangkalan yang harus dilindungi khususnya di Dusun Mincay Desa Patengteng.( Basith ID)