Sekilas, Lintasan Masa Lampau Madura

Sejak itu seluruh Madura dijadikan sebuah—untuk beberapa tahun pernah dua buah —keresidenan Hindia Belanda yang diperintah oleh residen Belanda. Jika sebelunmya sebutan Madura umumnya secara sempit hanyalah dimaksudkan untuk mengacu pada wilayah Bangkalan (termasuk Sampang) sedangkan wilayah timur pulau selalu diacu dengan Sumenep, sejak itu pula nama Madura lambat laun dipakai untuk keseluruhan pulau. Untuk mengelola pemerintahan wilayah Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep lalu diangkat bupati-bupati pribumi yang digaji, yang masing-masing diawasi oleh seorang asisten residen Belanda dengan dibantu beberapa kontrolir Belanda pula. Pemerintahan langsung ini membebaskan rakyat dan kungkungan feodalisme yang menekan kesempatannya meraih kesejahteraan hidup. Dihapuskanlah pelbagai macam pajak dan pungutan bertumpang tindih yang sebelumnya ditarik oleh sanak saudara raja dan keluarga bangsawan.

Karena pertikaian antarpenguasa wilayah tidak dimungkinkan untuk terjadi lagi, kematian rakyat dalam perang saudara menyusut secara drastis. Kesehatan membaik oleh masuknya pengobatan modern, sehingga hanya dalam waktu pendek terjadi peningkatan pesat jumlah penduduk Madura. Pasokan pangan lalu menjadi masalah besar karena keterbatasan lahan pertanian, sehingga tanpa dapat dibendung rakyat membuka hutan untuk usaha pertanian. Lahan yang baru dibuka tadi dapat dimiliki señdiri langsung oleh rakyat yang mengerjakannya, sedangkan sebelumnya semua tanah adalah milik panembahan dan keluarganya. Sebagai akibat kegiatan ini, luas lahan pertanian di Madura menjadi meningkat sebesar 1900%. Sayangnya Madura lalu menjadi sangat gundul dan erosi hebat tak terelakkan sehingga ketandusan semakin menjadi-jadi. Terjadilah transmigrasi besar-besaran ke luar pulau, apalagi karena kebetulan pada waktu itu di Jawa dan Sumatera mulai dibuka perkebunan tebu, kopi, tembakau, dan karet oleh pemodal swasta Belanda yang membutuhkan tenaga kerja murah dalam jumlah banyak sekali.

Dalam memasuki abad XX pendidikan umum di Madura mulai mendapat perhatian pemerintah penjajahan. Jika sebelum itu pendidikan hanya dapat dinikmati oleh keluarga panembahan untuk menyiapkan mereka menguasai selukbeluk pemerintahan, sekarang rakyat dapat pula mengenyam pendidikan umum. Kesempatan kerja menjadi priyayi lalu terbuka untuk setiap orang berdasarkan kemampuan bersaing bermodalkan keberhasilan mendapatkan ijazah sekolah dan tidak karena keturunan kebangsawanan seperti sebelumnya. Sejalan dengan peningkatan pengetahuan umum yang diperoleh di sekolah, kesadaran rakyat untuk berpolitik tumbuh subur sesuai dengan perkembangan di daerah Indonesia lainnya. Kelas terdidik yang membentuk kelompok sosial berpendidikan barat ini memelopori pergerakan nasional seperti Syarekat Islam yang menghimpun pelbagai macam kelompok masyarakat (bangsawan, priyayi, petani, ulama, kaum terpelajar) dalam suatu wadah perjuangan. Adanya kepentingan berbeda pada kelompok-kelompok yang beraneka ragam tadi menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh Syarekat Islam sehingga perjuangan untuk mencapai tujuan bersama menjadi tidak terwujud.

Sementara itu jaringan jalan antar wilayah dikembangkan dan rel kereta api dibangun untuk menghubungkan Kamal dan Kalianget (tapi kemudian hanya dioperasikan sampai Pamekasan). Belanda berusaha memajukan pertanian rakyat dengan membangun beberapa dam irigasi, mengupayakan perbaikan peternakan, melakukan pemodernan pabrik garam, dan menyediakan kemudahan perkreditan rakyat. Akan tetapi peningkatan kesejahteraan penduduk Madura yang terus membengkak jumlahnya tidak segera terlihat, terutama karena terjadinya maleise dan resesi perekonomian dunia. Untuk mengatasi kesulitan bidup yang dihadapinya, semakin banyak penduduk Madura yang bertransmigrasi spontan. Keadaann itu terus berlangsung sampai pecah Perang Dunia II dan terusinya Behnda dan bumi nusantara oleh tentara Jepang pada bulan Maret 1942.

Responses (2)

  1. Hampir Semua penguasa kerajaan-kerajaan kecil Sumenep, Pamekasan, Jamburingin, Blega, dan Kota Anyar gugur melawan serangan penaklukan Sultan Agung, kecuali Adipati Sampang yang membelot dan Iangsung menyerahkan diri. Ia kemudian dijadikan penguasa baru Madura barat, namun secara halus disandera serta diharuskan terus tinggal di ibu kota Mataram dengan jalan dikawinkan pada adik Sultan Agung, dan kemudian secara anumerta dihadiahi gelar Cakraningrat I. > SAYA KIRA INI BUTUH KOREKSI BUAT PENULIS !! secara logika bagai mana R.praseno menjadi adipati sampang dimana pada saat itu dia masih anak-anak sementara bagaimana dia membelot karena waktu itu dia masih usia anak … saya kira penggunaan kata membelot tidak pas digunakan pada kalimat ini …. mudah2an ada revisi lebih lanjut dari penulis, terima kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.