Ssejarah Pamekasan, tak bisa lepas dari sosok Panembahan Ronggosukowati (memerintah sejak 1530-1616 M), yakni seorang raja yang membuat nama Pamekasan dikenal.. Yaitu keberhasilannya membuat perubahan pada pemerintahan dan melakukan pembangunan di wilayah kekuasaannya. Salah satu perubahan yang paling fundamental adalah dipindahkannya pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras (sekarang masuk kelurahan Gladak Anyar)..
Selain itu Penembahan Ronggosukowati sebagai pembuka kerajaan Islam pertama di wilayah ini, yang sebelumnya bernama Raden Aria Sena, adalah putra Pangeran Nugroho alias Bonorogo (Wonorogo). Dalam catatan lain Bonorogo adalah nama lain dari Adipati Pramono. Panembahan Ronggosukowati merupakan gelar bagi penguasa keraton Islam.
Di masa ini nama Pamekasan diambil untuk menggantikan nama Pamelengan. Diambil dari pesan Mekkas Jhatna Paksa Jhenneng Dhibi’. Pesan ini mengandung harapan agar siapapun yang ingin memerintah Pamekasan haruslah bersikap transparan, mandiri, dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Pada saat Ronggosukowati memerintah, Pamekasan sudah dinilai mandiri dan mempunyai syarat sebagai sebuah pemerintahan negara. Beberapa pembangunan digalakkan. Antara lain, pasar untuk mendukung perekonomian, penjara yang lebih manusiawi, dan mendirikan masjid dengan nama Masèghit Rato, yang sekarang menjadi masjid asy-Syuhada’.
Panembahan Ronggosukowati memerintah selama 86 tahun, maka Pangeran Jimat (putra dengan Nyai Ratu Inten, selaku isteri padmi) yang naik takhta. Namun karena waktu itu Pangeran Jimat masih di bawah umur, diangkatlah Pangeran Purboyo ( putra dari ampian/selir) sebagai wali raja.
Beberapa lama di masa itu, Pamekasan terlibat dalam perang puputan, perang habis-habisan, karena semua isi keraton ikut berperang melawan melawan invasi kerajaan Mataram ke Madura pada tahun 1624 M. Panembahan Ronggo, Pangeran Purboyo, Pangeran Jimat, permasuri, selir dan semua anggota kerajaan gugur.
Satu-satunya keluarga yang selamat adalah Raden Dakseno alias Pangeran Gatutkoco, putra Pangeran Purboyo hasil pernikahan dengan gadis Plakpak. Pangeran Gatutkoco ini bergelar Pangeran Ario Adikoro I (wafat 1708). Beliau juga menikah dengan putri Raja Sumenep, dan berputra salah satunya Pangeran Rama, adipati Sumenep.
Kolpajung merupakan lokasi paling penting dalam mengukir memori sejarah Pamekasan. Di sana ada situs pemakaman Raja-raja Pamekasan mulai dari Panembahan Ronggosukowati. Kolpajung dewasa ini menjadi nama kelurahan yang masih masuk wilayah kecamatan Kota Pamekasan. Situs Ronggosukowati saat ini masih terpelihara. Dalam sebuah area tersendiri.
Masih di kawasan Kolpajung, di sana juga terdapas situs Adikoro. Yaitu kompleks pemakaman raja-raja Pamekasan yang bergelar Adikoro. Adikoro ialah Raden Gatutkaca atau Pangeran Gatutkaca.
Satu-satunya trah Ronggosukowati yang selamat dalam puputan, yakni Adikoro I yang dikenal sebagai penguasa Pamekasan yang bijaksana. Beliau tercatat memiliki isteri permaisuri dari Sumenep. Yaitu putri Raden Tumenggung Yudonegoro, adipati Sumenep. Dari perkawinan tersebut lahir di antaranya Pangeran Rama alias Cokronegoro II (adipati Sumenep) dan Raden Tumenggung Joyonegoro (adipati Pamekasan). Dari seorang selir, Adikoro I memiliki bernama Raden Asral, yang dikenal dengan nama Raden Gatutkoco II. Sebutan itu karena Asral dikenal mirip wajahnya dengan Adikoro I.
Sepeninggal Joyonegoro, Asral naik tahta dengan gelar Raden Tumenggung Ario Adikoro II (1708-1737). Namun karena posisinya sebagai putra selir, mendapat tentangan dari Pangeran Jimat (Cokronegoro III, memerintah Sumenep pada 1721-1744), putra Pangeran Rama sekaligus keponakannya.
Adikoro II kalah dalam perang tanding dengan Pangeran Jimat dan meletakkan jabatannya. Oleh Pangeran Jimat ditunjuklah keponakannya yaitu Raden Baskara alias Raden Tumenggung Adikoro III (memerintah 1737-1743).
Adikoro III adalah anak Pangeran Wiromenggolo, adipati Sumenep. Ibu Adikoro III adalah saudari Pangeran Jimat Sumenep, alias putri dari Pangeran Rama.
Sepeninggal Adikoro III, tahta Pamekasan jatuh ke Raden Ismail, putra Adikoro II. Raden Ismail lantas bergelar Raden Tumenggung Adikoro IV (memerintah 1743-1750). Adikoro IV dikenal dengan gelar anumertanya, yaitu Tumenggung Sedo Bulangan. Beliau gugur bersama Raden Wongsodirejo (saudara Adikoro III), dalam peristiwa pemberontakan Ke’ Lesap pada 1750. (RM Farhan/LM)