Oleh : RB. Ahmad Ramadan
Selama ini masyarakat luas mengenal pulau Madura hanya dari aspek kebudayaan yang berupa kerapan sapi dan carok. Kerapan sapi dianggap sebagai ikon masyarakat madura di bidang hiburan dan seni pertunjukan, sedangkan carok dianggap sebagai sebuah aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan kepribadian umum masyarakat Madura. Masyarakat Madura dikenal juga sebagai etnis yang religius dan menampilkan kesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianut dan diyakininya.
Sebenarnya masyarakat Madura hidup dengan aspek budaya yang unik, karena didalam kehidupan masyarakat Madura sendiri memiliki pola dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Secara administratif pemerintahan, Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Walaupun secara garis besar suku bangsa mereka sama-sama berasal dari suku bangsa Madura, namun masyarakat di masing-masing kabupaten didalam aktifitas kesehariannya memiliki corak dan khas yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengamatan sementara, pandangan hidup antara masyarakat Madura pesisir utara dan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan memiliki perbedaan pola dan pandangan hidup. Masyarakat Madura yang berada dibagian pesisir utara terkesan memiliki pola dan pandangan hidup yang masih tradisional, bahkan terkesan sebagai kelompok masyarakat yang terbelakang dalam bidang pendidikan yang berbeda dengan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan yang dianggap kelompok masyarakat yang sudah mulai mengalami masa transisi menuju masyarakat modern.
Selama ini masyarakat banyak yang kurang memamahi kebudayaan Madura yang esensial. Masyarakat hanya memahami kebudayaan Madura dari sisi permukaan saja, tanpa memahami konsep umum kebudayaan Madura. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya literatur yang berkaitan dengan penelitian terhadap kebudayaan Madura secara khusus dan mendalam. Selama ini, literatur yang ada hanya menggambarkan perkembangan budaya masyarakat Madura secara universal dan terkesan bersifat subjektif.
Untuk ketaatan terhadap agama, masyarakat Madura terkesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya. Ketaatan mereka terhadap agama juga diiringi dengan perhatian mereka terhadap hal-hal yang berbau magis, seperti dalam upacara perkawinan,kelahiran, kematian dan beberapa hal yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka serta perlakuan masyarakat terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan magis. Perhatian mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan magis dan ritus turut mewarnai dan memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat Madura.
Salah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis tersebut adalah perhatian masyarakat Madura terhadap benda pusaka yang berupa Keris ataupun jenis tosan aji yang lain. Keyakinan masyarakat terhadap nilai-nilai magis yang terkandung di dalam benda-benda pusaka tersebut menyebabkan masyarakat Madura memiliki dan menyimpan benda pusaka tersebut di rumah atau bahkan menjadikan benda-benda- tersebut sebagai sebuah “sikep”. Perburuan terhadap keberadaan benda-benda pusaka itu dilakukan masyarakat Madura hingga ke daerah luar Pulau Madura.
Keris dianggap sebagai sebuah benda yang keramat oleh masyarakat Madura memiliki karakter yang unik dan khas yang dapat menandakan corak perkembangan kehidupan masyarakat dari masa ke masa. Selain itu ciri khas dan unik yang terdapat pada keris juga dapat menjadi sistem pertanda tentang kehidupan sosial masyarakat Madura yang paternalistik.
Selain mengandung unsur-unsur religi, keris juga memiliki unsur-unsur lain yang terkandung didalamnya. Unsur seni yang terdapat pada sebuah keris tidak hanya pada sisi estetika saja, namun dari sisi religius dan etika masih tetap ditampilkan. Sisi religi pada sebuah keris bisa ditampakkan melalui keyakinan masyarakat terhadap kekuatan magis yang terkandung pada sebuah keris, hingga menimbulkan tradisi.- dalam memperlakukan sebuah keris seperti tradisi mewarangi, atau memabndikan keris, tradisi “ngokop” keris pada hari-hari tertentu, dan memolesi dengan minyak yang harum. Sedangkan sisi etika dalam sebuah keris ditunjukkan melalui cara mereka dalam menyandang keris, membuka keris, dan sebagainya, bahkan dalam memilih kerispun dengan cara meminta pertimbangan pada pemimpin sosial-religi masyarakat. Kebiasaan masyarakat untuk meminta pandangan dari tokoh-tokoh sentral masyarakat masih berlangsung hingga masa kini.
Secara umum, pandangan atau konsepsi masyarakat Jawa dan Madura memiliki beberapa perbedaan yang dianggap menjadi ciri khas dari masing-masing budaya. Perbedaan konsepsi inilah yang akan menjadi titik tekan dalam proses pembuatan makalah ini. Perbedaan konsepsi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bentuk kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang memiliki perbedaan. Secara sederhana kita dapat menilai bahwa kehidupan masyarakat Jawa dan Madura memiliki perbedaan. Namun yang menjadi titik tekan dalam makalah ini adalah perbedaan konsepsi dan persepsi masyarakat terhadap sebuah benda pusaka yang bernama keris.