
Gambaran Umum Keris Madura
Pada perkembangan masyarakat madura, keris yang dibuat sebelum abad ke-16 sampai abad ke-17 tidak hanya memiliki fungsi sebagai peralatan perang para prajurit. Keris yang dalam bahasa Madura tingkat halus, disebut “abinan” dianggap sebagai sebuah senjata tajam yang juga memiliki kekuatan magis. Sebelum pembuatan keris dilakukan, terlebih dahulu sang empu melakukan ritual khusus yang disebut “pojja ” yaitu sebuah ritual yang berupa tapa untuk memohon kepada Tuhan dalam keadaan berkelakuan yang suci, meminta dengan berendah diri lahir-batin agar keris yang akan, dibuatnya tersebut mampu memberikan dorongan kepada orang yang memakainya agar supaya selalu berkelakuan baik, selamat dan jauh dari semua perbuatan yang kurang baik. Dalam proses sebelum pembuatan, biasanya sang empu akan membawa besi calon keris yang akan dibuatanya ke pasar atau ke temp’at yang ramai. Jika masyarakat masih dapat melihat besi yang dibawa sang empu, maka sang empu akan mengulangi tapanya sampai besi tersebut benar-benar tidak terlihat lagi oleh masyarakat umum, barulah sang empu melanjutkan ke tahap pembuatan keris.
Setelah keris selesai dibuat, sang empu melakukan tahapan akhir pembuatan keris yaitu penyempuhan dengan cara menambahkan racun didalamnya, lalu sang empu mengatakan sepatah-dua kata misalnya : Selamat, jaya, kaya dan lain sebagainya. Hal ini dipercaya bahwa keris tersebut memiliki kegunaan bagi pemakainya seperti kata-kata yang diucapkan oleh sang empu. Untuk menguji kekerasan besi keris, sang empu menguji keris yang dibuatnya dengan cara menusukkan keris tersebut kekulit kerbau putih yang sudah dikeringkan. Biasanya keris yang dibuat pada abad-abad tersebut memiliki tiga atau empat lapis pamor saja pada masing-masing bilahnya.
Keris yang dibuat pada abad tersebut, masyarakat lebih mengenalnya sebagai keris judhagati, tesnagati yang dipercaya mengandung khaslat untuk menambah keberanian (madura = tatag), untuk mengusir musuh dan sebagai sikep dalam peperangan.
Konsepsi tentang keberadaan keris masyarakat Madura mulai mengalami perubahan orientasi pada abad ke-18 dan ke-19. Puncak kejayaan pembuatan keris terjadi pada abad ini. Banyak empu-empu yang menghasilkan karyanya pada masa itu. Keris tidak hanya berkedudukan sebagai senjata. Pada abad tersebut keris digunakan sebagai benda keramat yang dianggap bisa menjadi media untuk memperoleh keselamatan melalui kekuatan magis yang tersimpan di dalamnya. Selain berkedudukan sebagai media untuk memperoleh keselamatan, keris juga mengalami perkembangan pada bidang seni pamor-nya. Keris yang dibuat pada kisaran abad ke-18 dan ke-19. memiliki perkembangan nilai estetika melalui seni bentuk dan seni pamor yang terdapat di dalamnya.
Pada abad ke-21, pengrajin keris mulai merubah persepsi dalam proses tujuan pembuatan sebuah keris. Persebaran pengrajin keris di Kabupaten Sumenep banyak terdapat di Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi. Keris yang dibuat pada abad ke-21 hanya menampilkan sisi estetika pada sebuah keris yang tercermin dari bentuk keris serta pamor yang terkandung di dalam sebuah keris. Unsur seni yang terdapat dalam sebuah keris semakin menunjukkan bahwa keberadaan keris bagi masyarakat Madura masih begitu penting. Pada masa ini, keris tidak lagi dianggap sebagai sebuah benda yang memiliki kekuatan magis, tetapi dianggap sebagai sebuah benda seni yang memiliki nilai ekonomi yang dapat dipejual belikan untuk dijadikan sebagai sebuah cendera mata ataupun karya seni untuk di koleksi.
Karakteristik Keris Madura
Secara umum mengenai persepsi dan fungsi keris yang dipahami oleh masyarakat Jawa dan Madura memiliki persamaan. Keris yang dianggap sebagai sebuah benda pusaka yang keramat tidak hanya memiliki kekuatan magis di dalamnya tetapi juga memiliki nilai histories, falsafah serta nilai-nilai seni yang ditampilkan pada seni bentuk dan seni pamor. Keris juga digunakan sebagai aksesoris bagi busana yang digunakan kaum pria dan diyakini mampu memberikan perlindungan terhadap keselamatan orang yang memilikinya.
Seiring dengan perjalanan sejarah persebaran kens, pada masing-masing daerah persebaran budaya yang berkaitan dengan benda pusaka ini memiliki karakteristik yang khas yang dapat menandakan corak kehidupah masyarakatnya. Keris Madura memiliki bentuk yang khas serta ricikan yang sangat sederhana. Secara umum yang menggambarkan perbedaan antara keris Jawa dan Madura adalah pada seni bentuk serta corak pamornya.
Perbedaan bentuk yang dimaksudkan dalam penjelasan diatas adalah perbedaan pada bagian “sor-soran”. Umumnya ganja pada keris Madura berukuran lebih pendek bila dibandingkan dengan ganja pada keris Jawa. Hingga jika ditarik garis vertikal sampai ujung ganja membentuk sebuah pola yang agak kaku dan oleh masyarakat Madura disebut sebagai pola noron pjan seperti yang tertera pada (gambar 1).
Nama ricikan keris Madura banyak memiliki persamaan dengan nama-nama ricikan keris Jawa. Penamaan pada ricikan keris Madura pada akhirnya menimbulkan kesan bahwa nama ricikan keris Madura berasal dari bahasa Jawa yang di Madura-kan, misalnya Gonjo Madura-nya ganca, peksi Madura-nya pakse pucuk Madura-nya pamoco k greneng Madura-nya garining.