Pemukiman dan Kehidupan Sosial Nelayan Kampung Bandaran

Pendahuluan

Kawasan perdesaan dan perkampungan dalam konteks pengembangan wilayah di Indonesia mempunyai kedudukan yang cukup penting. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia masih didominasi oleh kawasan perdesaan. Menurut Harun (1997), secara agreratif nasional, apabila dilihat dari tingkat perdesaannya (lingkungan tempat tinggal, kegiatan utamanya pertanian) pada akhir abad ke-20 sampai dengan awal abad ke-21 lebih dari 60% masyarakat Indonesia hidup di lingkungan perdesaan.

Hal itu berarti bahwa kehidupan Bangsa Indonesia masih didominasi oleh cara dan ciri hidup perdesaan (rural way of life). Pertumbuhan kawasan perdesaan diharapkan dapat berjalan seiring dengan kemajuan kawasan perkotaan sesuai dengan konsep trickle down effect dalam konsep pertumbuhan. Variabel yang akan dikaji adalah variabel sosial, ekonomi dan budaya termasuk di dalamnya adalah kondisi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang ada.

Kampung Bandaran merupakan salah satu kampung nelayan yang berada di Kabupaten Bangkalan, yang merupakan sebuah kabupaten di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Bangkalan. Kabupaten ini terletak di ujung paling barat Pulau Madura yang besar pulaunya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali); berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Sampang di timur, serta Selat Madura di selatan dan barat.

Madura Barat, sebagai salah satu wilayah di Pulau Madura, dalam tautan regional kedudukan dan perannya cukup strategis. Karena wilayah ini menjadi pintu gerbang Pulau Madura, maka tidak tertutup kemungkinan seluruh aspek budaya luar masuk ke wilayah tersebut. Budaya masuk melalui baik masyarakat luar yang membawa aspek budaya aslinya, maupun masyarakat Madura sendiri merantau dan kembali membawa aspek budaya perantauan. Hal ini telah ditunjukkan oleh sejarah kebudayaan Madura (De Graff, 74 : 210 : Tjiptoadmodjo, 83 : 298).

Kampung Bandaran termasuk perkampungan nelayan tradisional khas Madura. Namun seiring perkembangan arus informasi dan transportasi, menyebabkan adanya perkembangan dan pergeseran arsitektur yang semula merupakan arsitektur tradisional cenderung meniru arsitektur luar daerah dimana bangunannya telah bersifat permanen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.