Menjadi Indonesianya Cangkolang dan Junèl
Ketika pada tgl 2 Mei 1926 Kongres Pemuda Pertama mencoba menyepakati rumusan resolusi kebulatan tekad bersama tentang kesatuan nusa, bangsa, dan bahasa, kerapatan langsung menyetujui Indonesia sebagai satu-satunya tanah air dan bangsa. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan bahasa yang satu, yaitu Bahasa Melayu, walaupun sejak semula sudah merupakan lingua franca di nusantara. Masalah muncul karena seorang pemuda Madura bernama Mohammad Tabrani mengusulkan, supaya nama bahasanya diganti menjadi Bahasa Indonesia. Karena sarannya ditolak berdasarkan alasan bahwa Bahasa Indonesia tidak ada, ia lalu mencetuskan gagasan supaya Kongres Pemuda Pertama itulah yang melahirkan Bahasa Indonesia. Diperlukan waktu dua tahun untuk membuat usulan itu dapat diterima secara luas oleh kerapatan pemuda-pemuda Indonesia tersebut, yaitu saat diselenggarakannya Kongres Pemuda Kedua yang pada tanggal 28 Oktober 1928 berhasil mencetuskan ‘Sumpah Pemuda’, yang sekarang diperlakukan sebagai salah satu tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu dapatlah dimengerti jika banyak orang yang kemudian berpendapat bahwa sebagai sebuah seutuhan (entity) Bahasa Indonesia memang lahir pada tanggal 2 Mei 1926.
Sekalipun berbasis pada––dan memang diturunkan dari––Bahasa Melayu, sejak dilahirkannya dan diberikannya nama baru tersebut Bahasa Indonesia telah berkembang melaju sangat cepatnya sehingga menjadi berbeda sekali jika dibandingkan dengan bahasa sumber atau induk yang melahirkannya. Jumlah kosakatanya meningkat dari sekitar 22.000 pada tahun 1953 sampai menjadi 108.844 lema dalam edisi terakhir Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diluncurkan pada tanggal 28 Oktober 2016 yang lalu. Sebagai manusia Madura kita patut berbangga untuk mengetahui bahwa kepesatan luar biasa perkembangan Bahasa Indonesia bukan saja terjadi karena namanya diciptakan oleh seorang pemuda Madura. Barangkali tidak banyak di antara hadirin yang menyadari bahwa dalam Bahasa Indonesia sekarang telah tercakup pula seratus tujuh puluhan kosakata yang diserap dari––sehingga secara nyata diperkaya oleh sumbangan––Bahasa Madura. Kata-kata asli Bahasa Madura seperti alor, bangkalan, cangkolang, empek, jangkang, junel, kelijak––untuk sekadar menyebut beberapa contoh––sekarang sudah resmi diterima menjadi kosakata Bahasa Indonesia sehingga tercantum dalam lema kamus bahasa nasional kita (Rifai 2014).
Baca juga: Sekilas Kata dalam Bahasa Madura
Perkembangan ini menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia ternyata tergantung pada Bahasa Madura––dan juga bahasa-bahasa daerah lainnya di nusantara––untuk mendapatkan pasokan peristilahan yang terkait dengan budaya lokal, kearifan setempat, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelbagai hal masa lalu tempatan. Diungkapkannya pernyataan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk membantah kebenaran anggapan umum bahwa Bahasa Indonesia telah berperan sebagai sumber panutan dalam mencendekiakan Bahasa Madura melalui penyaluran fungsi kepranataan yang diembannya sebagai bahasa resmi negara. Memang sudah merupakan kenyataan yang tersaksikan bahwa Bahasa Indonesia sangat berjasa karena telah menyediakan sarana buat memodernkan Bahasa Madura. Kemudahan ini terlaksanakan terutama oleh kemampuan Bahasa Indonesia untuk bertindak sebagai prasarana perantara dalam pemungutan dan penyerapan kata-kata asing yang berkaitan dengan kemajuan teknologi mutakhir dan pergaulan internasional.
*****
Tulisan bersambung:
- Sumbangan Budaya Madura Kepada Kebudayan Nasional
- Pengembangan Bahasa Madura dan Problematikanya
- Sekilas Falsafah Abhântal Ombâ’ Asapo’ Angèn
- Pembudidayaan Bhâlungka’ dan Tèkay Madura
- Tentang Kuliner: Ètèk sè Nyongkem
- Sèkep Pelambang Kejantanan Seorang Pria Madura
- Aroma Du’remmek dan Kembhâng Campor Bhâbur
- Pola dan Bentuk Rumah: Tanèyan Lanjhâng
- Ramuan Jhâmo Bagi Wanita Madhurâ
- Masa depan Madura Bergantung Pemuda Madura