Sumbangan Budaya Madura Kepada Kebudayan Nasional

Salah satu bentuk tari kesenian Madura

Keharusan Penggalian dan Pengembangandemi Pelestarian Nilai Luhur Budaya Madura

Oleh  Mien A. Rifai

Karena menyadari kebhinnekaan oleh banyaknya suku-suku bangsadi nusantara, dalam kearifannya para pendiri Republik Indonesia merasakan keperluannya agar “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Niat dan tekad luhur ini secara tegas dicantumkan dalam pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945, dan untuk lebih memahami konsep kebudayaan nasional yang dimaksudkannya kita perlu menjenguk kembali penjelasan atas pasal UUD tersebut––sekalipun berdasarkan amandemen keempat yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tanggal 10 Agustus 2002 sekarang sudah tidak diberlakukan lagi. Secara gamblang bunyi rumusan lengkapnya menyatakan bahwa “kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.

Karena seminar sekarang dipumpunkan pada persoalan merawat Madura bermodalkan budayanya demi kepentingannya sendiri––yang tentunya harus pula ditujukan buat memenuhi urgensi keperluan bersama kemajuan kebudayan dan peradaban nasional––sebelum melangkah lebih jauh agaknya perlu disepakati sebuah pemahaman yang sama untuk dijadikan sebagai definisi kerja mengenai masalah yang akan diperbincangkan. Secara umum kebudayaan nasional Indonesia merupakan istilah untuk mewadahi semua macam budaya yang dimiliki oleh seluruh suku-suku bangsa yang ada di Indonesia. Dengan demikian dapatlah disetujui bahwa untuk dapat dikatakan merupakan budaya nasional, suatu bentuk budaya daerah yang menonjol sehingga merupakan puncak-puncak keberjayaannya, haruslah terlebih dulu berterima secara luas karena bercorak supra-etnis atau memiliki sifat lintas-etnis. Kemajemukan atau kepluralan yang terjadi berkat penerimaannya tadi Insyaallah akan lebih mengukuhkan terwujudnya persatuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta yang didamkan bersama.

Sebagai kelompok etnis terbesar ketiga penyusun bangsa Indonesia (sesudah suku bangsa Jawa dan Sunda), dalam kaitan ini memang menarik untuk mengetahui macam dan bentuk ‘sumbangan budaya yang sudah diberikan sebagai tanda kasih’ oleh orang Madura kepada kebudayan nasional Indonesia, terutama yang berpotensi bisa ikut menentukan arah dan corak serta kodrat nilai dan peri laku bangsanya yang bersifat serba positif. Memahami keberhasilan secuplikan gatra budaya Madura yang dirasakan sudah terakomodasi sampai dapat dikatakan menjadi bagian integral budaya Indonesia tadi, pasti dapat dijadikan kaca kebbhâng untuk meneruskan penggalian, pendinamisan, dan pengembangan secara inovatif sebagai kiat dalam merawat demi melestarikan nilai luhur budaya Madura lainnya.

Menjadi Indonesianya Cangkolang dan Junèl

Ketika pada tgl 2 Mei 1926 Kongres Pemuda Pertama mencoba menyepakati rumusan resolusi kebulatan tekad bersama tentang kesatuan nusa, bangsa, dan bahasa, kerapatan langsung menyetujui Indonesia sebagai satu-satunya tanah air dan bangsa. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan bahasa yang satu, yaitu Bahasa Melayu, walaupun sejak semula sudah merupakan lingua franca di nusantara. Masalah muncul karena seorang pemuda Madura bernama Mohammad Tabrani mengusulkan, supaya nama bahasanya diganti menjadi Bahasa Indonesia. Karena sarannya ditolak berdasarkan alasan bahwa Bahasa Indonesia tidak ada, ia lalu mencetuskan gagasan supaya Kongres Pemuda Pertama itulah yang  melahirkan Bahasa Indonesia. Diperlukan waktu dua tahun untuk membuat usulan itu dapat diterima secara luas oleh kerapatan pemuda-pemuda Indonesia tersebut, yaitu saat diselenggarakannya Kongres Pemuda Kedua yang pada tanggal 28 Oktober 1928 berhasil mencetuskan ‘Sumpah Pemuda’, yang sekarang diperlakukan sebagai salah satu tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejalan dengan itu dapatlah dimengerti jika banyak orang yang kemudian berpendapat bahwa sebagai sebuah seutuhan (entity) Bahasa Indonesia memang lahir pada tanggal 2 Mei 1926.

Sekalipun berbasis pada––dan memang diturunkan dari––Bahasa Melayu, sejak dilahirkannya dan diberikannya nama baru tersebut Bahasa Indonesia telah berkembang melaju sangat cepatnya sehingga menjadi berbeda sekali jika dibandingkan dengan bahasa sumber atau induk yang melahirkannya. Jumlah kosakatanya meningkat dari sekitar 22.000 pada tahun 1953 sampai menjadi 108.844 lema dalam edisi terakhir Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diluncurkan pada tanggal 28 Oktober 2016 yang lalu. Sebagai manusia Madura kita patut berbangga untuk mengetahui bahwa kepesatan luar biasa perkembangan Bahasa Indonesia bukan saja terjadi karena namanya diciptakan oleh seorang pemuda Madura. Barangkali tidak banyak di antara hadirin yang menyadari bahwa dalam Bahasa Indonesia sekarang telah tercakup pula seratus tujuh puluhan kosakata yang diserap dari––sehingga secara nyata diperkaya oleh sumbangan––Bahasa Madura. Kata-kata asli Bahasa Madura seperti alor, bangkalan, cangkolang, empek, jangkang, junel, kelijak––untuk sekadar menyebut beberapa contoh––sekarang sudah resmi diterima menjadi kosakata Bahasa Indonesia sehingga tercantum dalam lema kamus bahasa nasional kita (Rifai 2014).

Baca juga:  Sekilas Kata dalam Bahasa Madura

Perkembangan ini menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia ternyata tergantung pada Bahasa Madura––dan juga bahasa-bahasa daerah lainnya di nusantara––untuk mendapatkan pasokan peristilahan yang terkait dengan budaya lokal, kearifan setempat, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelbagai hal masa lalu tempatan. Diungkapkannya pernyataan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk membantah kebenaran anggapan umum bahwa Bahasa Indonesia telah berperan sebagai sumber panutan dalam mencendekiakan Bahasa Madura melalui penyaluran fungsi kepranataan yang diembannya sebagai bahasa resmi negara. Memang sudah merupakan kenyataan yang tersaksikan bahwa Bahasa Indonesia sangat berjasa karena telah menyediakan sarana buat memodernkan Bahasa Madura. Kemudahan ini terlaksanakan terutama oleh kemampuan Bahasa Indonesia untuk bertindak sebagai prasarana perantara dalam pemungutan dan penyerapan kata-kata asing yang berkaitan dengan kemajuan teknologi mutakhir dan pergaulan internasional.

*****

Tulisan bersambung: 

  1. Sumbangan Budaya Madura Kepada Kebudayan Nasional
  2. Pengembangan Bahasa Madura dan Problematikanya
  3. Sekilas Falsafah Abhântal Ombâ’ Asapo’ Angèn
  4. Pembudidayaan Bhâlungka’ dan Tèkay Madura
  5. Tentang Kuliner: Ètèk sè Nyongkem
  6. Sèkep Pelambang Kejantanan Seorang Pria Madura
  7. Aroma Du’remmek dan Kembhâng Campor Bhâbur
  8. Pola dan Bentuk Rumah: Tanèyan Lanjhâng
  9. Ramuan Jhâmo Bagi Wanita Madhurâ
  10. Masa depan Madura Bergantung Pemuda Madura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.