Madura Menurut Catatan Sejarah

Perjuangan rakyat Madura menunjukkan keberanian yang luar biasa. Baik pria maupun wanitanya maju ke garis depan. Sebanyak 6000 orang tentara Mataram dapat ditewaskan, tetapi Sultan Agung tidak putus asa, yang gugur segera diganti. Akhirnya Madura dapat ditaklukkan. Satu-satunYa keturunan raja Madura yang masih hidup ialah Raden Praseno yang masih belum dewasa. Ia dibawa ke Mataram oleb Sultan Agung dan setelah dewasa dikawinkan dengan salah seorang putri adik Raja Mataram. Dalam zaman Sultan Agung, Mataram ditakuti oleh Kompeni Belanda, tetapi setelah Amangkurat I berkuasa, Kompeni menjalankan poliitik pecah belah dan Amangkurat I tidak mempunyai kewibawaan.

Pangeran Alit (adiknya sendiri) dicurigai dan diperintahkan untuk ditangkap dan dibunuh. Raden Maluyo ayah dari Trunojoyo juga menjadi korban. Akhirnya juga Cakraningrat I (Raden Praseno), penasehat umum kerajaan menjadi korban pembersihan.

Orang yang ditunggu-tunggu untuk memimpin perlawanan akhirnya muncul, ialah Raden Trunjoyo. Trunojoyo maju ke depan hanya karena terdorong untuk membasmi ketidakadilan, kemungkaran dan anti penjajahan. Bukan kekuasaan dan kedudukan yang menjadi tujuan hidup Trunojoyo, dan ini terbukti waktu mahkota kerajaan Majapahit ada di tangan kekuasaannya. Mahkota ini secara turun-temurun jatuh ke tangan raja-raja yang menguasai Jawa. Trunojoyo tidak pernah menempatkan mahkota Majapahit di atas Kepalanya, pun juga tidak pernah menamakan dirinya sebagai Susuhunan. Mahkota yang ada padanya akan dikembalikan kepada Susuhunan, asal saja Susuhunan mau ke Kediri dengan tidak berteman Belanda. Artinya: Amangkurat II diminta untuk memutuskan hubungannya dengan Belanda.

Dalam abad ke-18 Kompeni Belanda mengadakan pembatasan-pembatasan serta penindasan-penindasan yang makin merajalela terhadap kekuasaan raja-raja dan rakyat Madura, sehingga di Madura Barat telah terjadi suatu perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Cakraningrat IV. Tetapi perlawanan tersebut dapat dlpatahkan karena Kompeni mendatangkan bala bantuan dari Batavia. Cakraningrat IV terus menyingkir ke Banjarmasin, tetapi akhirnya tertangkap pula di sana. Cakraningrat IV terus dikirim ke Kaap de Goede Hoop, dan ia meninggal dunia dalam tahun 1759. Orang Madura memberinya nama Pangerang Sidingkap, karena Cakraningrat IV meninggal dunia di pengasingannya, ialah di Kaap de Goeede I loop.

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.