Loteng, Rumah Bertingkat yang Hanya Dihuni Putra Sultan Sumenep

Bangunan Loteng Pangeran Kornel Pasarsore, Kelurahan Karangduak, Kecamatan Kota Sumenep. (MAMIRA.id)
Komplek lingkungan Loteng

Bangunan keraton yang dimaksud ialah keraton lama di sebelah barat keraton baru. Keraton lama merupakan kediaman Ratu Rasmana dan suaminya, Bindara Saot alias Kangjeng Raden Tumenggung Tirtonegoro (1750-1762).

Bangunan Keraton Bindara Saot ini memang satu-satunya bangunan Keraton Sumenep lama yang masih bisa dilihat di masa sekarang. Sebelum-sebelumnya hanya tercatat lokasi berdirinya, namun bekasnya sudah tidak ada.

“Seperti keraton Pangeran Jimat di kampung Dalem Temor, Pajagalan. Hanya diterangkan nama kawasannya, namun bekasnya tidak ditemukan. Sehingga, tak bisa dipastikan posisinya di mana,” kata Muhlis.

Kembali pada Loteng dan para pangeran pemiliknya, juga memiliki fasilitas yang cukup istimewa. Para pangeran tersebut juga memiliki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. Pangeran Kornel misalnya, sebagai Kepala Angkatan Perang Keraton. Begitu juga Pangeran Le’nan, Panglima Perang Keraton yang di samping memiliki Loteng juga memiliki markas di kawasan yang dulu disebut Tangsi, yaitu di sebelah timur laut keraton.

Sementara Pangeran Suryoamijoyo adalah Sekretaris Keraton. Dan Pangeran Suryoadiputro adalah Bendahara Baitul Maal Keraton.

Para pangeran ini juga memiliki abdi dalem khusus. Begitu juga dalam hal kawasan, para pangeran juga memiliki kawasan khusus yang diistilahkan Lama’. Lama’ bermakna hamparan atau alas duduk. Atau juga bisa disebut tikar. Sebuah analogi dari hak tanah yang dimiliki para putra utama ini, yang lokasinya tidak sama antar pangeran.

Sebelum tahun 1884 memang para bangsawan memiliki kuasa atas tanah dan cacah. Baru setelah negara atau Keraton Sumenep diatur oleh Gupermen pada tahun itu, diterapkan landmeter untuk mengukur luas desa dan sawah afdeling. Para bangsawan maupun pejabat keraton dicabut hak tanahnya dan diganti tunjangan kebangsawanan (onderstand aan madureesche adelijken).

Loteng baru populer sebagai bangunan tempat tinggal para putra utama raja di Sumenep sejak abad 19, lalu apakah sebelumnya tidak ada bangunan berlantai dua di Sumenep?

Dalam sebuah keterangan lisan turun-temurun, ada bangunan berlantai dua yang pernah berdiri di abad 17 atau kurun 1600-an. Tapi tak disebut Loteng, melainkan rumah panggung. Bangunan yang pernah berdiri di kawasan Kepanjin, sekarang menjadi salah satu kelurahan di Kecamatan Kota Sumenep, dulu merupakan tempat tinggal seorang Rangga atau Ronggo di Sumenep.

Ronggo bermakna kuasa suatu wilayah. Sebutan lainnya patih yang berkuasa penuh. Di abad 14, istilah lain yang semakna ialah Kamituwo.

Sang Ronggo yang dimaksud ialah Raden Entol Anom alias Raden Onggodiwongso. Lidah masyarakat selanjutnya menyebut beliau dengan Ronggodiboso. Beliau diperkirakan menjabat Ronggo di masa Tumenggung Yudonegoro, adipati Sumenep pada 1648-1672. Perkiraan tersebut karena memang tidak ada bukti otentik dalam menentukan tahun secara pastinya.

Di makam beliau sendiri di Asta Tinggi, di kompleks Asta Pate Bangsa (Patih Wongso), tidak ada prasasti petunjuk apapun, selain model makam yang bercirikhaskan makam-makam sebelum para penguasa Sumenep di abad 19.

Berdasar catatan silsilah keluarga Rumah Panggung dan sebagian catatan di keluarga Keraton Sumenep, Raden Onggodiwongso adalah keturunan Pangeran Saba Pele, Sampang. Sang Pangeran adalah keturunan langsung Pangeran Demang Plakaran (Keraton Anyar, Arosbaya), dan Kangjeng Suhunan Giri I (Syarif Ainul Yaqin alias Raden Paku).

Tidak dijelaskan mengapa ada seorang ronggo pada abad 17 di Sumenep. Pasalnya, di masa itu Sumenep sejak pasca invasi Mataram (1624) memang berada di bawah Kerajaan Mataram, dan penguasanya berpangkat adipati.

“Secara genealogi, Raden Onggodiwongso diperkirakan hidup di masa pemerintahan Raden Bugan alias Tumenggung Yudonegoro (1648-1672; red),” kata RB Ja’far Shadiq dari Komunitas Ngopi Sejarah (Ngoser).

Apakah Onggodiwongso sebagai wakil Mataram dalam mendampingi Yudonegoro, masih belum bisa dipastikan. Namun secara genealogi keduanya masih keluarga dekat, sama-sama pecahan keluarga Keraton Anyar Arosbaya selaku leluhur bangsawan Madura.

Kakek Onggodiwongso yang bernama Pangeran Macan Alas, Waru Pamekasan; bersaudara sepupu dengan Raden Ayu Pacar, ibunda Yudonegoro. Silsilah Onggodiwongso dan Yudonegoro bertemu pada Raden Adipati Pramono alias Pangeran Bonorogo, Raja Sampang sekaligus Pamekasan. Adipati Pramono adalah saudara Kiai Pragolbo (Pangeran Arosbaya) yang menurunkan trah Cakraningrat, di Madura Barat.

“Yang jelas Onggodiwongso atau Ronggodiboso memang dikenal sebagai patih legendaris di Sumenep. Begitu pun keturunannya hingga abad 19 merupakan keluarga patih secara estafet,” kata R. Iik Guno Sasmito, dari keluarga Rumah Panggung Kepanjin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.