Lok-olok, Tradisi Lisan Madura

Seorang tukang Lok-olok, saat menyampaikan pidatonya

(Kajian Etnometodologis atas Tradisi Lok-olok di Madura)

Oleh: Mohammad Hefni

(Dosen Tetap Jurusan Syari’ah STAIN Pamekasan & Alumni Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa1 dan budaya. Setiap suku bangsa memiliki warisan tradisi yang berbeda. Di Madura, salah satu tradisi yang masih dilestarikan dalam tradisi kerapan sapi (kerrabhân sapè) yang merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi (bull race).

Dalam event kerapan sapi, para penonton tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan para jokinya, tetapi ia didahului oleh tradisi lainnya, yaitu tradisi mengarak pasangan-pasangan sapi yang diberi aksesoris mengelilingi arena pacuan (agèsèr) dengan diiringi musik saronèn dan tradisi lisan, berupa lok-olok, yaitu seni berdeklamasi untuk pengumuman nama sapi yang ikut serta dalam lomba.

Sebagai sebuah jenis sastra lisan berbahasa Madura, tradisi lok- olok belum pernah diteliti secara ekstensif. Para peneliti tentang sastra Madura selama ini menfokuskan pada penelitian tentang cerita yang berkembang di Madura, seperti yang dilakukan oleh Bustami  dan Suhartono, dkk. Dalam konteks inilah, penelitian ini dilakukan, karena di samping berguna sebagai bentuk cerminan pemikiran, pengetahuan, dan harapan,  juga berguna sebagai sarana eksplorasi dan dokumentasi nilai-nilai budaya.

Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yaitu: (1) Bagaimana gambaran tradisi lok-olok tersebut?; (2) bagaimana kajian etnometodologis atas tradisi lok-olok di Madura?

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian adalah etnometodologi, yakni dengan mempelajari secara intensif sebuah tradisi lok-olok, baik ungkapan verbal8maupun gestur saat berdeklamasi, dalam scene tertentu, yakni dalam scene kerapan sapi. Subyek penelitian ini adalah para tokang lok-olok (deklamator) tradisi lok-olok yang dipilih secara purposive sesuai dengan tema lok- olok.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, observasi, dan wawancara. Analisis data dalam penelitian   ini   akan   menggunakan analisis model interaktif. Dengan mengikuti model ini, analisis data berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data, dengan tahapan alur sebagai berikut: Pengumpulan data, display data, reduksi data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi.12

Lok-olok sebagai Sebuah Seni Deklamasi

Salah satu tradisi lisan yang masih berkembang dalam bahasa Madura hingga saat ini, terutama di daerah Sumenep, adalah lok-olok, yakni acara pengumuman nama sapi yang ikut serta dalam lomba, baik lomba sapi sonok (lomba “kecantikan” dan kelincahan sapi betina) maupun dalam kerapan sapi jantan. Lok-olok  adalah adalahpenampilan kepandaian bertutur kata yang diarahkan kepada sapi dan juga kepada pemilik dan pengikut rombongan pasangan sapi.

Para tokang lok-olok dalam pidato lok-olok memperlakukan sapi seperti manusia atau anak. Sapi kadangkala disapa dengan sebutan “bâ’na (engkau)”. Untuk sapi jantan, ia juga sering disapa dengan sebutan “kacong (bocah)” dan sapi betina dengan sebutan “cebbhing (gadis)”. Perlakuan sapi layaknya anak sendiri juga ditunjukkan oleh pilihan ondhâghâh bhâsa (tingkatan bahasa halus) yang menggunakan bahasa kasar (ênjâ’-iyyâh/séngko’-bâ’na). Di Madura, ondhâghâh bhâsa ini digunakan oleh seseorang dalam hubungan ke bawah, misalnya kepada anak, keponakan, dan cucu.

Di zaman dulu, lok-olok berupa larik bebas meski tetap memenuhi aturan irama. Tetapi, saat ini para tokang lok-olok cenderung mengabaikan aturan irama. Gaya puitis lok-olok sangat berbeda dari gaya puisi yang dinyanyikan (kejhung), yang ditampilkan pada acara tandha’ atau di dalam pertunjukan teater. Saat ini, pidato yang terimprovisasi ini, yang dilestarikan di dalam tradisi lisan, merupakan turunan dari gaya asli yang lebih canggih, yaitu kejhung.

Menurut pengamatan Hèlène Bouvier,15 pidato lok-olok yang paling lengkap dan berstruktur terdiri dari perkataan ramah tamah untuk hadirin pemilik sapi, pemilik tanah lapangan, dan pemrakarsa lomba; kutipan nama tempat dan tanggal; pengenalan desa asal dan nama pemilik; pengumuman nama sapi (jhâjhuluk èpon sapè) yang acapkali diikuti dengan penjelasan tentang pilihan nama tersebut, dan dilanjutkan dengan tata krama penutup.

Dengan demikian, problem sosiologis yang terdapat dalam tradisi Lok-olok adalah adanya pembuktian kepada publik bahwa dirinya berada dalam status sosial yang tinggi (oreng rajeh). Ini dapat dilihat dari hasil pengamatan Bouvier  atas sebuah lok-olok pada suatu kesempatan karapan sapi desa di daerah Sumenep. Hasil pengamatannya pada seorang juru pidato yang berdeklamasi mengenai sapi jantan bernama Se Bâjâng Ènten (Si Bayangan Intan) adalah sebagai berikut:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Kacong Bâjâng Ènten,
Bâdhdhina bâ’na bâdâ è dinna’, cong Bâjâng Ènten
Bâ’na è sarè è kandhânga cong, tadâ’, è sarè è tanèyan tadâ’
Bâdhdhina bâ’na bâdâ neng lapangan rèya, cong

Saongguna bâ’na rèya sakèng kanèajâ dâ’ ka sèngko cong
Arapa ma’ ta’ alâ-bâlâ bâlâkka bâ’na, ja’ nèddhâ’ neng lapangan rèya
Kacong Bâjâng Ènten rèya ongghuna bâdâ maksoddhâ
Bâjâng Enten rèya cong Ongghunah nandhâaghi je’ mon
orèngga rèya ongghu- ongghu arabât bâ’na
Saèngghe akole’ emmas, atolang bessèh, bân matanah asonar
Bâ’na ta’ osa kabâtèr soal parabet
Karana sèngko’ la narèma pasrana tang kaè dâ’ ka sèngko’ cong
Poko’na bâ’na atoro’ oca’

Cong, Bâjâng Enten, bâ’na ka sèngko’apa alora’a apa enjâ’?
Kalamon bâ’na alora’a cong Lancèng Manes
Bâ’na mandhâr apamopok cong Kacong Bejeng Enten, sèngko’
ta’ lanjhâng lèbâr
Amarghâ la tadâ’ sè è atorragiyâ Dâ’ sadhâjhe panonton bhâdhân
kaulâ tadhâ’ sè è atorraghiyâ Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi wabarokatuh.
Mator sakalangkong.

Terjamahan
Asslamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Anakku Si Bayangan Intan, ternyata engkau ada di sini
Sudah lama aku mencari engkau di kandang, anakku
Engkau tidak ada di situ, di halaman pun engkau tidak ada
Ternyata engkau di lapangan ini, anakku

Memang engkau sangat kejam padaku, nak.
Mengapa engkau tidak bilang- bilang bahwa kau mau datang ke lapangan ini.
Bayangan Intan, semua itu mempunyai arti, anakku.
Bayangan Intan ini sesungguhnya menandakan bahwa pemilik sapi ini benar- benar merawat engkau
Sehingga kau berkulit emas, bertulang besi, dan matanya bersinar
EngKau tidak usah khawatir mengenai biaya untuk itu
Karena aku sudah menerima tanggungan ini dari kakekku
Yang penting kau menuruti perintahku

Anakku, Bayangan Intan, engkau akan menuruti saya atau tidak?
Bila engkau menuruti aku, anakku mari kita harapkan semoga kau menang
Bayangan Intan, saya tidak usah panjang lebar karena sudah tidak ada yang bisa dikatakan.
Kepada semua penonton, tidak ada yang bisa yang utarakan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Terima kasih

Pidato lok-olok lainnya yang juga berkenaan dengan sapi adalah:

Bâjâ mangkèn dung-ondung arè Nèmor kara, bentar tongghâ’ dalem aèng
Kaulâ andi’ bur-lèburan duwa’ Nè’-kenè’ cabbhi lètè’
Moghâ dhaddhi sampornana
Ka sè nanggâ’ sareng sè nèngghu
Ka sè etanggâ’ sareng sè ètèngghu
Sè panglowar è sebut sè Kembhâr
Sè pangdâlem ajâjuluk sè Ghâmbhu

Adu tang ana’ sè sa pasang Ana’ ghembâr rèmbi’ tabungkos Ètella’ temmo cèyaran
Ngabâs arè ta’ solap Nèddhâ’ teppong ta’ alampat

Adu kacong buwâna atè
tadâ’ bhunga andi’ ana’ kanṭa bâ’na
èabas dâri adâ’ gâgâ’ èabas dâri èrèng mantèrèng akanṭa arjuna kembhâr

Adu kacong, pola bâ’na
Atapa pèttobelâs taon è gunong Maraong
Salbhâk macan lopot.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.