Kisah Asal Mula Sumur Tanto

sumur tanto
Ilustrasi: Tamar Saraseh

“Landaur. Nama itu adalah sosok pahlawan yang gigih membela rakyat dan sosok pemberani yang tak gentar kepada siapa pun selama dalam kebenaran. Anakmu ingin anakmu kelak kalau sudah dewasa akan jadi pahlawan yang membela hak-hak rakyat.”

“Kalau itu sudah wasiat ayah, saya terima nama itu sebagai nama bagi anakku ini, Bu!”

Akhirnya bayi laki-laki itu diberi nama Landaur. Para tetangga senang dengan nama itu sehingga tak jarang setiap hari orang-orang selalu memanggil-manggil nama Landaur saat dia sedang digendong Sunima di teras rumahnya.

Sejak Landaur lahir, suasana rumah Sunima tak begitu sepi. Selain karena ibu Sunima yang menginap setiap malam juga karena tangis Landaur yang begitu menggemaskan. Hati Sunima mulai riang meski di balik keriangan itu Sunima menyimpan rasa sakit yang perih karena Mattali belum tahu kalau dirinya telah melahirkan.

Sunima tidak bisa mengirim kabar kelahiran Landaur kepada suaminya bahkan sebaliknya Sunima hampir setahun juga tidak bisa menerima kabar tentang keberadaan suaminya di penjara. Sunima dan Mattali hanya sama-sama menduga keadaan mereka masing-masing. Kekejaman raja telah menghantam batin sepasang suami-isteri itu melalui perpisahan yang mencekam.

Waktu terus berjalan. Landaur tumbuh menjadi balita. Kala itu penderitaan yang dialami rakyat Maddupote semakin parah. Namun Sunima tidak begitu hirau akan penderitaan dirinya karena setiap waktu ada senda gurau Landaur yang senantiasa  menghibur rasa perihnya. Meski masih balita, rasa kemanusiaan Landaur mulai nampak. Biasanya dia berurai air mata ketika melihat bocah-bocah desa melintas di depan rumahnya sambil memikul sepasang timba berisi air menuju kerajaan. Landaur sering bertanya mengenai pekerjaan yang dilakukan bocah-bocah itu setiap hari. Saat itu pula Sunima menjelaskan kepada Landaur tentang apa yang menimpa desanya. Landaur sering tertegun seusai mendengar cerita dari Sunima. Satu kenyataan buruk masuk ke dalam pikirannya, warga kesulitan mendapatkan air.

Landaur biasanya sigap mendekati celurit Mattali yang tergantung di samping jendela ketika dia melihat bocah-bocah dusun disiksa saat mengambil air, tapi sayang tubuh Landaur masih pendek untuk bisa menjangkau posisi celurit. Dia hanya menjulur-julurkan tangannya. Setiap kali melihat Landaur berusaha mengambil celurit. Sunima hanya tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Daur! Untuk apa kamu hendak mengambil celurit itu?” tanya Sunima suatu waktu.

“Daur hendak membunuh orang kejam yang menyiksa anak-anak desa, Bu.”

“Hmm, tubuhmu masih pendek. Biar cepat besar, kamu harus banyak makan agar tanganmu bisa mengambil celurit itu. Setiap kali ibu mengajakmu makan, kamu harus mau,” kata Sunima kepada Landaur mengambil kesempatan untuk mendorong puteranya agar mau makan dengan normal karena Landaur jarang makan tidak seperti balita lain seusianya.

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.