Kisah Asal Mula Sumur Tanto

Ilustrasi: Tamar Saraseh
Sunima hanya terdiam seperti sedikit sia-sia bercerita karena sebenarnya yang dia inginkan adalah tafsir mimpi dari ibunya, namun sayang ia tidak bisa menafsirinya.
Mattali di dalam penjara juga sering meneteskan air mata. Dia selalu ingat betapa menderitanya Sunima yang sudah memasuki usia hamil tua. Dia kerap teringat bagaimana isteri teman-temannya dulu ketika sedang hamil yang sering butuh pendampingan khusus. Sunima malah harus hidup sendirian di bawah tekanan keadaan yang cukup mencekik.
Mattali sering bermimpi Sunima saat dia tidur usai Salat Tahajud menjelang Subuh. Dalam mimpi itu, Sunima tampak berlari-lari membawa matahari ke dekat jeruji besi tempat Mattali dipenjara. Sunima datang dalam keadaan menangis dan kemudian pulang dengan bibir tersenyum. Mattali cemas dengan mimpi-mimpinya itu yang kerap datang hampir setiap malam. Dia tidak bisa menafsiri perihal makna mimpinya itu, dia hanya menduga-duga antara dugaan baik dan buruk. Kemudian dia meneteskan air mata, teringat kepada isterinya yang sedang hamil tua.
Setelah usia kehamilan Sunima memasuki usia sembilan bulan, akhirnya bayi yang ditunggu-tunggu itu lahir. Bayi itu berjenis kelamin laki-laki, lahir pada Hari Jum’at setelah subuh bersamaan dengan terbitnya matahari. Sunima hanya sendirian saat dia melahirkan. Ketika bayinya menangis baru kemudian beberapa tetangganya datang membantu. Sunima sangat bahagia melihat bayinya yang lahir normal dan sehat, tapi sesaat dia juga meneteskan air mata ketika teringat Mattali yang saat ini mendekam dalam penjara. Sunima semakin mengucurkan air mata karena tak ada yang melantunkan suara azan ke telinga bayi yang dia lahirkan.
Ketika matahari setinggi tombak barulah ibunya datang hampir bersamaan dengan dukun anak yang sudah memandikan bayi Sunima di atas lincak bambu. Sesudah dimandikan dan diberi wewangian tiba-tiba ibu Sunima yang melantunkan azan di telinga cucunya. Itu semua dia lakukan karena sudah darurat, para lelaki dusun sudah banyak yang bekerja mencari air dan sebagian yang lain terbaring sakit. Pada hari itu juga bayi itu diberi nama karena demi tak menyia-nyiakan Hari Jum’at yang agung.
“Mumpung ini hari yang baik, sebaiknya bayi ini langsung saja kita beri nama,” kata Ibu Sunima. Bu dukun mengangguk dan Sunima sejenak berpikir.
“Siapa yang akan memberi nama pada bayi ini, Bu?”
“Sebelum ayahmu wafat, dia sudah mewasiatkan sebuah nama padaku agar suatu saat dijadikan nama anakmu kalau sudah lahir. Ayahmu memintaku agar nama yang diwasiatkan tidak diberikan kepada orang lain sebab menurut ayahmu nama yang dia wasiatkan tidak sembarangan, tapi diperoleh saat bersemedi di Bukit Lentang4.”
“Apa nama yang diwasiatkan ayah itu, Bu?”
Dibawah layak dibaca
CERITA INI SANGAT SERU DAN MENYENANGKAN