Kisah Asal Mula Sumur Tanto

Ilustrasi: Tamar Saraseh
“Saya hanya diberi makanan talas rebus empat potong seukuran jari jempol karena kata prajurit saya masih anak-anak, tidak perlu banyak makan.”
Mattali dan Sunima sama-sama terisak. Mereka menangis di dekat Sulaiman yang terbaring tak berdaya. Itu satu dari sekian cerita yang didengar Mattali dari anak-anak di bawah umur yang diwajibkan kerajaan untuk bekerja mencari air. Cerita sedih lain dari para tetangga jauh lebih mengiris bahkan kabar menyedihkan juga ia dengar dari Nyai Naimah, nenek tua jompo itu harus terjengkang pingsan dengan bibir berlumur darah setelah ditendang prajurit karena tidak punya uang untuk membayar denda.
Pada hari-hari berikutnya tak hanya anak-anak yang sakit karena tekanan ketika bekerja mengambil air di kerajaan, akan tetapi orang tua juga banyak sakit. Mereka jatuh sakit karena tekanan batin tak tega melihat anak-anak mereka disiksa terus menerus setiap hari. Orang sakit hampir menyebar di seluruh kawasan Maddupote, hanya sedikit yang kembali sembuh, banyak di antara mereka yang meregang nyawa karena sakit yang diderita.
Seiring berjalannya waktu, masalah air semakin rumit saja dan bahkan sudah menimbulkan masalah baru di antara warga. Selain terkena penyakit dan tekanan batin, sebagian warga juga mati karena carok2, carok terjadi sebab banyak warga yang berebut mengambil air. Bagi orang Madura saat itu, air merupakan barang langka. Air termasuk dalam kekayaan yang harus dipertahankan dengan celurit. Sejak saat itulah carok terjadi bukan hanya karena isteri diganggu orang, tapi juga untuk mempertahankan air3. Pikiran hati Mattali dan Sunima mulai menemukan kenyataan pahit lagi. Tak jarang mereka hampir setiap hari melihat warga mati bersimbah darah di ujung celurit.
Mattali dan Sunima termasuk warga yang selamat dari penyakit dan riuh perseteruan karena berebut air, jiwa mereka terkendali meski sebenarnya mereka punya rasa benci yang sama kepada raja. Mattali lalu punya inisiatif mengumpulkan warga untuk berdoa bersama memohon kepada Sang Pencipta agar segala penderitaan yang dialami warga segera berakhir dan berganti dengan kemakmuran. Usai doa bersama biasanya para warga berbincang masalah-masalah yang sedang melanda kawasan tersebut.
“Masalah yang kita hadapi sangatlah banyak, Ki. Mulai dari kekurangan air, banyak warga yang carok, banyak warga yang juga mati sebab penyakit bahkan kabarnya saat ini ada juga warga yang gila karena tekanan batin.” Kata salah seorang warga kepada Mattali.
Mattali mengangguk-angguk seraya mengelus jenggotnya. Sejenak ia menunduk kemudian mendongak ke arah langit desa.
“Iya, sampean benar. Masalah yang dihadapi warga sangatlah banyak. Tapi sebenarnya penyebabnya satu, raja kita tidak adil dan bertindak kejam kepada rakyat.” Jawab Mattali tenang.
Dibawah layak dibaca
CERITA INI SANGAT SERU DAN MENYENANGKAN