Lagu tersebut juga memberi nasehat agar kita harus selalu menggunakan tatakrama (acaca ngangghuya tatakrama) dalam berbicara, yaitu kita harus melihat siapa yang kita ajak bicara, dan tingkatan bahasa apa yang harus digunakan. Berbicara dengan orang yang lebih tua tentunya akan berbeda dengan berbicara kepada teman sebaya. Tata krama ini demikian pentingnya bagi masyarakat Madura dan karenanya sejak dini anak-anak Madura diperkenalkan dengan tingkatan bahasa, yaitu bahasa Enja’ Iya (kasar), Enggi Enten (tengah), dan Enggi Bunten (halus). Orang yang tidak mampu menggunakan tingkatan bahasa tersebut dianggap sebagai orang yang tidak tahu tatakrama dan tidak berbudaya.
Les-Balesan
Arapa ma’ nojjhune ta’ nyapa, la-pola senko’ andi’ sala,
Enja’ sengko’ ta’ apa-rapa, Coma ta’ kenceng acaca,
Ma’ pas akolba’na budi arena, Sapa bara’ ro,
Namen tales pengghir paghar,
Ta’ enga’ lamba’ ro, Aba’ males sengka ajhar,
Sapa bara’ ro, Mano’ keddhi’ ca’-lonca’an,
Ta’ enga’ lamba’ ro, Mon ta’ andi’ ta’-penta’an
“Les-Balesan” (saling membalas) Lirik lagu ini mengandung ajaran dan nasihat yang patut diikuti masyarakat Madura. Lagu di atas menyarankan kepada para anak muda untuk selalu rajin mencari ilmu agar tidak menyesal kelak ketika mereka sudah tua (Ta’ enga’ lamba’ ro, Aba’ males sengka ajhar). Dengan belajar yang tekun, kelak mereka akan menjadi sukses dan mampu secara ekonomi, sehingga mereka tidak perlu mencari dan meminjam uang kesana kemari hanya untuk makan (Mon ta’ andi’ ta’-penta’an).
Lagu tersebut memberi nasehat pada masyarakat Madura untuk mengedepankan semangat kekeluargaan, saling membantu dan bergotong royong dalam mengatasi persoalan hidup. Kita juga disarankan untuk tidak melupakan pertolongan orang lain. Kita tidak boleh hanya meminta pertolongan tetapi juga harus mampu memberikan pertolongan (Ta’ enga’ lamba’ ro, Mon ta’ andi’ ta’ penta’an). Prinsip mutualisme dalam kehidupan haruslah dilaksanakan.