Menelisik Jejak Sastrawan Madura

Syaf Anton Wr saat menyampaikan materi "Menilisik Jejak Sastrawan madura" pada acara Perayaan Karya Sastrawan Madura 2024, bertema Tanèyan Perna, Komunitas Masyarakat Lumpur Bangkalan, 5 Oktober 2024

Syaf Anton Wr

Menelisik jejak perjalanan  sastrawan Madura, ternyata banyak menyimpan kekayaan literasi yang menarik. Tidaklah sulit menebak-nebak seberapa banyak karya-karya yang dilahirkan sejak awal lehidupannya sampai saat ini. Hal ini dapat dilihat dari sebaran karya di sejumlah media atau dalam bentuk penerbitan buku.

Meski belum ditemukan  bukti otentik, namun tampaknya dari beberapa keterangan, di Madura sudah mengenal dunia tulis menulis pada jaman kejayaan Singosari. Namun pada waktu setelahnya, sekitar abad 18, pernah berkembang sastra yang berbentuk cerita lisan, yang  kemudian mengimplementasi dalam kisah-kisah babat. Hal ini tampaknya sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Madura selanjutnya.

Sastra Madura mengalami tahapan perkembangan kemudian digambarkan sebagai priodisasi perkembangan  sastra Madura, yaitu :  priode pertama; tahapan sastra Madura lama sampai tahun 1920; priode kedua; tahapan sastra Madura baru sampai tahun 1945: dan priode ketiga; tahapan sastra Madura modern sampai kini.

Sejak berdirinya Balai Pustaka (1917), tampaknya mulai terbangun kondisi  segar bagi pengarang-pengarang Madura. Sejumlah karya sastra yang umumnya ditulis dalam bahasa Madura dengan bentuk cerita, baik  karangan asli maupun terjemahan mulai  menunjukkan buminya. Demikian juga pada sastra lisan terus bertahan dari mulut ke mulut, meski pada akhirnya untuk jenis sastra ini pada dekade saat ini mengalami hambatan dan kemungkinan lambat laun tampaknya akan kehilangan penuturnya.

Pada masa priode pertama – priode kedua ada beberapa nama pengarang Madura yang melahirkan karya, seperti; M. Mukadi, RM Suryajapranata, M. Kartasiswaja, R. Wedisastra, M. Pujaarja, Mangkoeatmaja, R. Sastrawijaya, M. Wignyaabidarma serta pengarang berkebangsaan Belanda seperti  J. Habbema, CF Winter, Dr W Palmer van den Broek, Dr. O. L. E  de Radt, Dr. Terburg, Dr. C.  Bakker, AC. Vreede, Dr. D. Snock Henkemans dan lainnya (catatan halaman pada buku Bhabhad Songennep, tulisan carakan Madura, pengarang Rd. Werdisastra, (Balai Poestaka  1921). Mereka menulis dengan menggunakan bahasa Madura.

Namun pada proses berikutnya, ketahanan kepengarangan tersebut akhirnya mengalami hambatan saat  revolusi jelang kemerdekaan, sampai kisaran tahun 1950-an. Kemungkinan peristiwa politik saat itu menjadi pemicu terputusnya keberlanjutan proses para pengarang Madura. Dan pada tahun 1960 barulah muncul kembali karya-karya sastra yang diangkat Abdul Hadi WM, Iskandar Zulkarnain, M. Fudoli Zaini dan segenerasinya, dan saat itulah pertumbuhan sastra di Madura mulai hangat.

Pada tahun 1987 beberapa penyair muda dari Madura sempat diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk mengikuti acara Puisi Indonesia 87 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Di antaranya Syaf Anton Wr, Arya Mustafa Sappan Moekri, Ahmad Nurullah, Jamal D. Rahman, dan Masduki Baidawi; sebelumnya D. Zawawi Imron juga diundang hadir di TIM tahun 1983 dengan acara yang sama. Hal ini sebagai penanda bahwa sastrawan dan sastra Madura juga diperhitungkan dalam percaturan sastra di tanah air.

Selain nama-nama diatas, pada dekade 80-an bermunculan nama-nama seperti Kusy Ananda, Faizal Ismail, Jamaludin Kafie, Syarifudin Dea, kemudian disusul  Iwan Yongkinata, MH. Suri Bussollie, Hidayat Raharja, Rasjidi Darrani, Hf. Rahman, Ras Navastara, Kuswaidi Syafi’ie, Maftuhah Jakfar, Akhmat Nurhadi Moekri, Robin Al-Kautsar, Hamzah Arsa, Yayan KS, Moh. Fauzi, Turmidzi Djaka, Bob Chandra Mustafa, Ribut Rahmat Jaya, Dimas Akso Utaya, Timur Budi Raja, Bernando J. Sujibto, Moh. Ghufron Cholid, Ibnu Hajar, R. Sahli Hamid, M. Faizi, Raedu Basha, Fendi Kaconk, Mahwi Airtawar, Sofyan RH Zaid,  Tauhed Supratman, Sule Subaweh dan puluhan nama lainnya yang produktif melahirkan karya sastra.

Jambore Puisi 83, sebagai Tonggak Kebangkitan Sastra di Madura

Event Jambore Puisi se Jawa Timur tahun 1983 ini dinilai cukup “dahsyat” karena mampu mengahadirkan para seniman se Jawa Timur dalam sebuah perkemahan budaya yang di letakkan di Pantai Salopeng/Ambunten Sumenep. Banyak pihak menyebut peristiwa ini menjadi penanda kebangkitan sastra di Jawa Timur, karena hampir seluruh sastrawan se Jawa Timur hadir mengikutinya dengan berbagai kegitan di dalamnya. Diskusi sastra, baca puisi, serta tampilan kesenian.

Meski gelaran ini diarahkan para prospek pariwisata daerah, namun justru dampak yang ditimbulkan terbangunan komunikasi dan relasi antara sastrawan yang terlibat didalamnya, dan pada gilirannya gairah bersastra makin meningkat dan tentu melahirkan nama-nama generasi sastrawan di Madura selanjutnya.

Penjajah Sastra (di) Pesantren

Sebutan ini disematkan pada diri saya (pribadi) ketika sejak tahun 1982 dengan tekun dan rutin saya mendatangi pondok-pondok pesantren untuk berbagi dan berlajar bersama dalam bersastra. Hal ini ternyata sangat efektif dalam usaha menjembati keinginan kreatif para sastri untuk mengenal lebih jauh dunia kesasteraan.

Gerakan ini dimulai di Ponpes Al-Amien Prenduan Sumenep (1982), setiap Senin sore melalui komunitas Sanggar Sastra Al-Amien (SSA) dan teater Hilal, saya memberi pemahaman sekitar dunia kesenian dan sastra. Dilanjutkan ke Ponpes Annuqayah (1985-an) dengan gerakan Jum’at bersastra di masing-masing komunitas (sanggar) secara bergantian, berlanjut sampai hampir 10 tahun. Selain kedua ponpes tersebut, juga (saya) bergerak ke sejumlah pesantren/madrasah sekitar wilayah Sumenep dan Pemekasan.

Forum Bias Sebagai Gerakan

Forum Bias (1993) adalah komunitas diskusi sastra dan budaya yang dibentuk dengan latar keilmuan yang berbeda. Materi diskusi dari siapa saja tergantung siapa menjadi penyaji, dan penyaji pun bergilir secara bergantian dengan materi berbagai persoalan yang berkembang.

Dalam diskusi, materi sastra tampaknya lebih dominan, dan menjadi tumpuan peserta diskusi. Selama perjalanannya, Forum Bias telah melakukan sejumlah kegiatan berupa: (1) Diskusi malam Sabtuan dengan ragam materi; (2) Merekomendari penulis pemula untuk terbit di media cetak (Surabaya Post, Harian Bhirawa, Karya Darma, Memorandum dsb); (3) Penerbitan buku antologi puisi penyair Madura. Program ini menjadi titik gerak komunikasi antara sastrawan se Madura. Melalui Forum Penyair Madura, antar seniman Madura terbangun silaturrahmi dengan baik, baik dalam bangunan persaudaraan maupun eksplorasi karya. Dan forum ini dilaksanakan di wilayah Sumenep, Pamekasan dan Bangkalan;  (4) Membentuk komunitas-komunitas baru dan (5) propaganda keberadaan sastrawan Madura, di luar wilayah Madura melalui buku kumpulan puisi “Api Pekarangan”

Madura Sebagai Barometer Sastra Indonesia.

Tahun 1994, ketika diskusi buku kumpulan puisi saya “Bingkai” (Pusdok Suripan Sadi Hutomo, 1993) di Dewan Kesenian Surabaya, sempat terkuak, bahwa fenomena kehidupan sastra di Madura yang sedemikian marak dan disebut sebagai barometer sastra Jawa Timur. Hal ini dinilai bahwa kecenderungan kuat di daerah ini (khususnya Sumenep) makin menguatkan gerakan sastra sedemikian dominan, yang  dibarengi dengan kemunculan sejumlah sastrawan Madura, yang karya-karya bertebaran di berbagai media

Tahun 2016, melalui gagasan Lembaga Seni@Sastra “Reboeng” Jogyakarta, dikumpulkanlah karya-karya puisi penyair muda Madura dan kemudian diterbitkan dalam  buku Antologi Puisi Penyair Muda Madura “Ketam Ladam Rumah Ingatan”. Momentum ini cukup dahsyat karena dari info panitia,  lebih seratus nama penyair muda Madura menjadi pertimbangan untuk bisa diterbitkan dalam bentuk buku, meski yang terangkat sekitar 40 penyair. Dari peristiwa ini ada pihak menyebut  bahwa “Madura, sebagai baromater Sastra Nasional”.

Dalam kondisi ini, dengan “membludaknya” kelahiran sastrawan muda Madura menunjukkan bahwa kecintaan warga Madura terhadap karya sastra merupakan kontribusi yang baik terhadap percaturan sastra di tanah air. Dalam posisi ini justru menjadi tantangan, seberapa kuat mereka bisa bertahan dan melanjutkan tradisi bersastranya, atau tumbang diperjalanan.

Bagaimana Pengarang Perempuan Madura?

Dalan percaturan sastra di Madura, tampaknya posisi pengarang/sastrawan perempuan Madura jarang diangkat,  walau sebenarnya bila ditelisik lebih dalam, kreator sastra kaum hawa ini banyak tersebunyi dibalik keriuhan sastra di tanah air,

Untuk mendeteksi keberadaan mereka, tahun 2017 Forum Bias sempat memunculkan terbitan buku Antologi Puisi, 10 Penyair Perempuan Madura, “Perempuan Laut”, meliputi Weni Suyandari, Maftuhah Jakfar, Nok. Ir, Juwairiyah Mawardi, Linda Autaharu, Tika Suhartatik, Banazir Nabilah, Nurul Ilmi Elbana, Nay Juireng Dyah Jatiningrat dan Salama Elmi. Namun keberadaan mereka sampai saat ini masih samar-samar, dan hanya beberapa saja yang tampak masih konsisten berkarya.

Namun demikian, dalam kondisi yang lain para pengarang perempuan lainnya terus bergerak, seperti Lilik Rosida Irmawati, Vita Agustina, Endang Kartini, Nora NH, Muna Masyari, Dwi Ratih Ramadhany, dan lainnya.

Akhirnya

Dalam percaturan sastra nasional, sastrawan Madura tidak sedikit yang menempati posisi puncak, sebagaimana di ketahui selain mereka berproses di tanah kelahiran, juga beberapa diantaranya ekspansi sebagai warga diaspora di kota-kota besar di luar Madura. Selain menulis dalam bahasa Indonesia, mereka juga perhatian menulis dengan bahasa ibu, bahasa daerah Madura.

Keberagaman sastrawan dan karya-karyanya tersebut merupakan potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan moral bangsa, khususnya masyarakat Madura. Dialektika historis dengan struktur sosial masyarakat selalu menjadi inspirasi bagi sastrawan dalam berkarya. Namun perlu dicatat, dalam era digital sekarang ini, sastrawan Madura harus bersaing dengan berbagai konten digital yang menarik perhatian pembaca, hal ini membuat karya sastra Madura seringkali kalah bersaing dalam menarik minat pembaca.

Demikian saja.

       Sumenep, Akhir September 2024

*****

Disampaikan pada acara Perayaan Karya Sastrawan Madura 2024, bertema Tanèyan Perna, Komunitas Masyarakat Lumpur Bangkalan, 5 Oktober 2024

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.