Hubungan Kerajaan Sumenep dengan Belanda

Dalam konteks perkembangan sejarah, aliran Annales mengklasifikasikan sejarah menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan panjang (longedurae, struktur geografi), lapisan menengah (moyennedurae, konjunktur, ekonomi), dan lapisan pendek (peristiwa, politik). Lapisan-lapisan itu menunjukkan suatu panjang periodesasi sejarah, semakin panjang lapisan maka semakin lambat gerak suatu perkembangan sejarah, sebaliknya, lapisan pendek menunjukkan suatu perubahan sejarah yang cepat.




Bertolak dari pemikiran yang dicetuskan Braudel ini, khususnya lapisan ketiga, dimensi politik, sejatinya juga tampak pada perkembangan kerajaan Sumenep. Hal itu dapat ditinjau dari perubahan corak kerajaan Sumenep dari zaman ke zaman, mulai dari masa perebutan hegemoni antar kerajaan lokal, masuknya Islam, sampai aliansi dan resistensi terhadap kekuasaan asing.

Pada perkembangan sejarah kerajaan Sumenep, hubungan dengan Belanda adalah suatu titik penting dari fase perubahan politik kerajaan Sumenep. Untuk melacak awal hubungan itu, kiranya perlu dikemukakan di awal mengenai alasan ekspansi bangsa Belanda ke Nusantara, khususnya Jawa. Hal ini yang kemudian pula menjadi mata rantai awal pembentukan hubungan antar-kerajaan Sumenep dan Belanda.

Sejak Belanda berhasil memperoleh peta-peta dan informasi ke Timur dari bangsa Italia (Venesia) yang banyak berjasa membuat peta ke Timur, kapal-kapal dagang Belanda di Banten dan Sunda Kelapa mulai tampak pada tahun 1595. Perdagangan tersebut dipelopori oleh para pedagang kota Amsterdam yang memiliki lisensi dari walikotanya untuk memegang monopoli perdagangan antara Amsterdam dan Asia.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, daerah Zeeland di selatan juga membentuk perusahaan pelayaran niaganya. Tidak lama kemudian kota-kota lain pun berlomba membentuk perusahaan pelayaran niaga dengan lisensi dari kota masing-masing.[33] Pelayaran niaga ini banyak dipengaruhi oleh catatan-catatan perjalanan yang dilakukan oleh para pelayar dalam mendeskripsikan wilayah Nusantara. Marco Polo, misalnya, dalam buku The Travels of Marco Polo mendeskripsikan pulau Jawa sebagai berikut:

“When you sail from Champa, one thousand five hundred miles in a course between south and southeast, you come to a great island called Java. And the experienced mariners of those island who know the matter well, say that it is the greatest island in the world ………. It is subject to great king and tributary to no one else in the world. The people are idolaters. The island is of surpassing wealth, producing black pepper, nutmegs, spikenard, galingale, cubebs, cloves, and all other kinds of spices. The island is also frequented by a vast amount of shipping, and by merchants who buy and sell costly goods from which they reap great profit”[33]

Terlepas dari kritik-kritik yang kemudian bermunculan mengenai catatan perjalanan pedagang Venesia ini, bila ditinjau dari perspektif pada abad ke-14 hingga 16, apa yang digambarkan Marco Polo di atas tentu menggiurkan para penguasa di Eropa, termasuk pula Belanda, untuk mendatangi dan menguasai wilayah Nusantara. Namun, pada masa-masa awal, banyaknya perusahaan pelayaran niaga yang mengklaim memegang monopoli perdagangan antara kota masing-masing dengan Asia, dengan sendirinya menimbulkan persaingan ketat, sehingga menyebabkan merosotnya keuntungan.

Dalam menyelesaikan masalah tersebut, pihak Amsterdam dan Zeeland sepakat untuk menyatukan semua perusahaan niaga ke dalam suatu kesatuan. Dengan bantuan intervensi keluarga Oranye (Pangeran Maurtiz), pada tanggal 20 Maret 1602 Staten Generaal mengeluarkan sebuah surat izin (Octrooi) pada sebuah perusahaan yang dinamakan Verenidge Oostindische Compagnie (Serikat Perusahaan Perdagangan di Asia Timur) atau yang biasa disebut VOC. Dalam melancarkan usahanya itu, pada tahun 1619, Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen merebut Jayakarta dan membentuk sebuah benteng serta sebuah kota di bagian selatan benteng yang menjadi pusat aktivitas perdagangan VOC.

Dalam mengembangkan perusahaan, VOC juga memiliki suatu jaringan birokrasi dan persenjataan. Wujudnya adalah benteng dengan pegawai dan tentaranya serta suatu hubungan surat-menyurat yang aktif dan laporan-laporan yang panjang serta lengkap antara berbagai pejabat di daerah dengan pusat di Batavia yang selanjutnya juga seringkali diteruskan kepada pemerintah di Belanda.[34] Menjadi jelas bahwa alasan datangnya Belanda ke wilayah Nusantara adalah kepentingan ekonomi.

Dalam membangun mitra dengan penguasa-penguasa lokal, VOC berusaha membangun kerjasama. Saat Portugis masih memiliki pengaruh yang kuat, VOC membangun mitra dengan memberi dukungan kepada para penguasa lokal untuk memerangi Portugis. Setelah kekuasaan Portugis lenyap, sistem kemitraan itu dibangun dengan memberikan bantuan dan afiliasi dengan salah satu pihak yang bertikai dengan suatu kerajaan tertu. Dari hubungan kemitraan ini, ekspansi dan pengaruh VOC makin menguat, yang kemudian diteruskan pada masa kolonisasi Belanda.

Dari sistem kemitraan inilah, hubungan antar-kerajaan Sumenep dan Belanda terbangun. Apa yang dikatakan oleh Huub de Jonge bahwa VOC dengan terpaksa turut campur tangan dengan urusan intern berbagai kerajaan, kiranya bukan suatu keterdesakkan, namun merupakan strategi ekonomi VOC dalam memonopoli perdagangan, hal ini pula yang dilakukan terhadap kerajaan Sumenep. Pencengkraman awal Sumenep oleh VOC didorong oleh adanya kesulitan-kesulitan serius di dalam kerajaan Jawa Tengah Mataram, yang setelah suatu pertempuran sengit menaklukan Madura pada tahun 1624.[35]

__________________________

32 Nugroho Notosusanto, dkk., Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV, Jakarta: Balai Pustaka, 2010 hal. 29.
33 Marcopolo, The Travels of Marcopolo, hal. 260.
34 Nugroho Notosusanto, dkk., Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV, Jakarta: Balai Pustaka, 2010 hal. 29.
35 Marcopolo, The Travels of Marcopolo, hal. 260.




Tulisan bersambung:

  1. Masa Kejayaan Kerajaan Sumenep Pra Islam
  2. Raja-raja Sumenep yang Berkuasa Masa Pra Islam
  3. Peperangan Periode Koloneal di Tanah Sumenep
  4. Kerajaan Sumenep Masa Periode Islam
  5. Masa Keemasan Zaman Sultan Abdurrahman
  6. Pengaruh Islam dalam Sistem Birokrasi Pemerintahan Sumenep
  7. Hubungan Kerajaan Sumenep dengan Belanda
  8. Pengawasan VOC Tidak Seketat Madura Barat
  9. Konflik yang Mengakibatkan Keruntuhan Kerajaan Sumenep

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.