Masih berkaitan dengan Festival Cak Durasim III, Lembaga Kajian Budaya Jawa Pos dan Taman Budaya Jawa Timur Sabtu (19/10) lalu, bertempat di Metropolis Room Graha Pena Building, membedah kondisi sastra Using, Madura, Surabaya-an dan Jawa Timur Mataram-an. Tampil sebagai narasumber adalah Hasnan Singodimayan (Using), Syaf Anton Wr (Madura) dan Bonari Nabonenar (Jawa). Berikut rangkuman diskusi yang dipandu oleh Widodo Basuki itu.
Siapakah sastrawan Surabaya yang menulis dalam bahasa ibunya, bahasa Jawa dialek Surabaya-an? Barangkali saja, dihitung dengan jari sebelah tangan saja masih kurang. Dari yang sedikit itu, artinya yang intens menulis dalam dealek Surabaya-an, adalah Suparto Brata, Budi Palopo dan Sri Setyowati (Trinil).
Ketiganya boleh dibilang berhasil menampilkan karya sastra dalam karakter Surabaya-an. Suparto Brata banyak menulis karya prosa, baik cerpen maupun novel, dalam bahasa Surabaya-an. Baru-baru ini kumpulan cerpennya, Trem, yang memperoleh penghargaan Rancage itu, menggunakan bahasa Surabaya-an yang kental. Lalu Trinil, penyair kelahiran Surabaya itu, juga menulis novel Surabaya-an.
Kondisi ini memang memprihatinkan. Bayangkan, ini terjadi di sebuah kota yang sejak tahun 70-an sudah punya Paguyuban Pengarang Sastra Jawa, dan sejak puluhan tahun silam terbit majalah Jaya Baya dan Penjebar Semangat. Belum lagi dengan banyaknya stasiun radio di Surabaya. Seharusnya sastra Surabaya-an tumbuh subur dalam kondisi seperti itu.
Kadaruslan, pengusaha kelahiran Surabaya, berapologi, “Surabaya tidak mengenal sastra, sebab bahasa Surabaya itu sangat kaya.” Artinya, saking kaya dan multientrepretasinya bahasa Surabaya-an, sampai-sampai orang Surabaya sulit memakainya sebagai media dalam karya sastra. Tapi mungkin Cak Kadar lupa, bukankah parikan itu juga karya sastra?
Kondisi sastra Surabaya memang memprihatinkan, setidaknya jika dibandingkan sastra Madura, Using dan Jawa Timur Mataram-an. Mari kita ambil contoh sastra Using dan Madura. Di kedua daerah ini puisi Madura dan Using masih tetap ditulis oleh banyak penyair, walau tidak ditunjang dengan media massa cetak berbahasa setempat.