Dari Bajo sampai Terdampar di Pulau Sapeken

Kondisi geografis semacam ini cocok bagi Suku Bajo yang memiliki matapencaharian sebagai nelayan. Apalagi ada pelabuhan yang digunakan untuk melayani pulau-pulau di sekitarnya. Tak jauh dari situ, ada juga eksplorasi minyak berskala komersial. Komplit sudah, di dasar laut memiliki keragaman hayati tinggi.

Sementara itu, di bawah dasar laut terdapat cadangan minyak bumi yang berlimpah ruah. Meskipun diselimuti potensi sumber daya laut berlimpah, namun kehidupan di Pulau Sapeken tergolong sederhana. Coba lihat bentuk tempat tinggalnya, berupa rumah panggung dengan bahan lokal seadanya. Rumah panggung dibuat untuk menghindari pasang laut agar air tidak menerobos masuk ke rumah. Alat transportasinya becak, sepeda motor, dan gerobak kecil untuk mengangkut hasil tangkapan ikan ke pasarpasar tradisional.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka lebih memilih ke Banyuwangi (Jawa Timur) dan Singaraja (Bali) daripada Kalianget (Sumenep, Madura). Maklum, waktu tempuh ke Banyuwangi dan Singaraja jauh lebih cepat. Jika ombak tenang, perjalanan bisa ditempuh dalam waktu 6 jam. Namun jika sedang berombak tinggi, perjalanan tersebut perlu waktu 9 jam. (LM)

Tulisan bersambung:

  1. Terdampar Sepekan di Pulau Sapeken
  2. Dari Bajo sampai Terdampar di Pulau Sapeken
  3. Kehidupan Masyarakat Pagerungan Sapeken

Responses (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.