Budaya Lokal Madura, Usaha Pelestarian dan Pengembangannya

Pertama, seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat, musik saronen dan musik ghul-ghul. Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa. Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran serta membentuk manusia berkepribadian dan berbudaya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta. Contoh tembang macapat:’

Mara kacong ajar onggu, kapenterran mara sare,
Ajari elmo agama, elmo kadunnya‘an pole,
Sala settongnga pabidda, ajari bi’ onggu ate.
Nyare elmo patar onggu,
Sala settong ja’ paceccer,
Elmo kadunnyaan reya,
Menangka sangona odhi
Dineng eimo agama, menangka sangona mate.
Paccowan kenga‘e kacong, bajangnga je’ ella‘e,
Sa‘are samalem coma,
Salat wajib lema kale,
Badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lain (anggoyudo, 1983)

Seni musik atau seni suara selanjutnya adalah musik Saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Musik ini adalah musik yang sangat kompleks dan serbaguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen. Musik saronen berasal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari kata senninan (hari senin)

Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan ber irama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimain kan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan sapi. Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang ber irama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan.

Responses (3)

  1. Ass wr wb. Usul: jika puisi (bahasa Indonesia), geguritan (jawa), ……………. (minang), ………. (madura), ………… (bali) dan lain-lain puisi di seluruh ato sebagian besar suku bangsa NKRI ditampilkan di suatu kota diiringi dengan musik tradisional masing-masing alangkah kaya dan bermaknanya bhineka seni Indonesia kita. bagaimana jika kita mulai sehingga Malang, Badung, Padang, Sumenep, Ngayogyokarto, Betawi, Manokwari, Lombok, Larantuka, Tomohon, Kabanjahe, Banjarbaru, dan semuanya suku bangsa bisa merasakan Indonesia dalam puisi daerahnya…. mhn tanggapan
    Wass
    salam satu jiwa. Aremania

    1. Suatu gagasan yang menarik, namun kerap penyair daerah dihadapkan oleh persoalan komunikasi antar daerah. Untuk internal sastra derah saja – sebut: Madura – , dalam pelestarian dan pengembangan bahasa dan sastra Madura juga dihadapkan oleh persoalan yaitu kurang mendapat perhatian serius oleh Pemerintah setempat, sehingga bahasa dan sastra Madura mengalami stagnasi, baik dalam apresiasi maupun dalam eksplorasi. Hal ini juga dikeluhkan oleh pengambangan sastra lokal di daerah yang lain. Namun demikian dalam ekspresi kami mencoba memperkenalkan lewat Okara Sastra Madura, http://okaramadura.blogspot.com – itupun atas inisiatif peribadi -.
      Selanjutnya mari kita berfikir lebih arif dalam memahami dan mengapresiasi kesastraan daerah. Terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.