Syaf Anton Wr
Sebagai kekayaan budaya Madura, Topeng Gulur mempunyai keunikan tersendiri, beda dengan Topeng Dalang Madura yang dapat digelar dalam peristiwa manapun, dan dapat dinikmati secara terbuka oleh masyarakat. Namun untuk Topeng Gulur ini oleh masyarakat setempat digunakan sebagai peristiwa ritual dan diyakini sebagai bentuk persembahan kepada Sang Pencipta melalui penyatuan diri dengan bumi.
Sebagaimana tradisi masyarakat umumnya, Topeng Gulur tumbuh dan berakar dari masyarakat setempat, yang hidup dan berkembang hanya di Desa Larangan Berma, Kecamatan Batuputih Kabupaten Sumenep, Madura. Namun demikian banyak masyarakat, khususnya di Pulau Madura, kurang banyak mengenali, karena memang Topeng Gulur tidak digelar disuatu arena pertunjukan sebagaimana yang dilakukan oleh Topeng Dalang, serta jenis seni tradisi lainnya di Madura.
Topeng Gulur digelar sebagai bentuk kegiatan ritual masyarakat, yang sampai saat ini masihdipercaya dan digelar sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kehadirat Yang Maha Kuasa, yang telah banyak memberikan nikmat, khususnya nikmat dalam bidang pertanian.
Rasa syukur itu lantaran hasil tani yang melimpah, sehingga masyarakat merasa berkewajiban menumbuhkan ungkapan melalui simbol-simboldalam bentuk eksplorasi seni. Kerap yang terjadi, peristiwa ritual yang menjadi tradisi sebagian masyarakat di Madura, bentuk eklorasi dilakukan pada musim kemarau dengan pengharapan datangnya hujan. Namun pada ritual Topeng Gulur justru dilakukan pada saat mereka menikmati hasil bumi setelah musim hujan memberikan pertumbuhan terhadap garapan pertaniannya.
Tradisi yang perlu dipertahankan sebagai aset budaya nasional