Revitalisasi Budaya Madura di Tengah Arus Global

Oleh Syaiful Rahman Dasuki *)

Ada tiga hal yang menentukan kepribadian seseorang. Ketiga hal itu adalah pertumbuhan fisik, pertumbuhan mental dan pertumbuhan emosi. Hal ini tentunya tidak lepas dari rangsangan lingkungan sosial si anak. Di sini lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah juga turut berperan.

Menyoal lingkungan sosial, dapat kita amati bagaimana secara kasat mata lingkungan sosial kita tengah mengalami transformasi nilai dan budaya yang cukup signifikan. Nilai-nilai luhur yang dulu dianut oleh masyarakat, sebagian mulai bergeser atau bahkan ditinggalkan berganti dengan nilai-nilai baru yang tidak semuanya sesuai dengan nilai-nilai sebelumnya. Transformasi nilai ini berimplikasi langsung pada budaya masyarakatnya.

Dalam perspektif nilai dan budaya Madura, akankah kita membiarkan proses transformasi ini menggelinding begitu saja?

Pendidikan Nilai dan Budaya Madura, Antara Harapan dan Penghancuran 

John Dewey (dalam Syam, M. Noor, 2001: 4) menyatakan ” Value is any object of social interest”. Dalam hal ini Dewey menekankan interest (=minat, kepentingan) individu atau masyarakat. Makna nilai ini dapat dipandang secara subjektif dalam kaitannya dengan hak manusia pribadi dan bermakna imperatif dalam kaitannya dengan tatanan sosial dan transendental. Inilah sisi kewajiban manusia sebagai amanat dari Maha Pencipta. Manusia wajib menghormati pribadi manusia lain, lebih-lebih manusia wajib menegakkan kebenaran dan keadilan. Jadi nilai bersifat universal demi martabat manusia.

Menyoal tentang martabat manusia, maka kita akan segera tergerak pada bidang tansendental. Memaknai manusia dalam kiprahnya di dunia saja terasa sekali kekurangannya, karena manusia adalah makhluk khusus yang mengemban amanah Tuhan di muka bumi. Dengan demikian membahas nilai-nilai yang dimiliki manusia maka pada hakekatnya kita mulai memasuki makna manusia seutuhnya.

Keutuhan yang dimaksud bisa berupa antara jasmani dan rohani, antara hari ini (to day) dan hari depan (the day after), antara membumi (hablum minannas) dan melangit (hablum minallah), antara peran sebagai ciptaan tuhan (makhluk) dan pengemban amanah (Khalifatullah fil Ard). Dengan pola pikir ini, maka nilai-nilai yang diharapkan berkembang pada diri anak merupakan nilai yang utuh dan paripurna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.