Desa Sendir, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep merupakan salah satu desa tertua di belahan Madura bagian Timur. Kawasan ini dahulu merupakan tempat keramat. Hal itu tidak bisa lepas dari nama besar Kiai Rahwan. Beliau merupakan salah satu ulama besar Sumenep di abad 15. Sendir merupakan tempat kediaman beliau. Dari sanalah mentari ilmu terbit. Hingga saat ini hampir seluruh pesantren besar di Kabupaten Sumenep bersusur-galur pada Kiai Rahwan.
Agak sulit ditelusuri mengenai asal-muasal nama desa ini. Namun berdasar sejarah, diperkirakan desa ini sudah ada sejak jaman Jokotole. Dan hampir dipastikan sudah populer di masa pemerintahan Raden Ario Wonoboyo alias Pangeran Sidingpuri. Dalam catatan babad ataupun sejarah Sumenep, Kiai Rahwan disebut sebagai menantu Pangeran Sidingpuri. Putri bungsu sang Nata menikah dengan sang Kiai. Sejak saat itu, sang Putri dikenal dengan sebutan Nyai Susur.
Jejak Kiai Rahwan hanya bisa ditelusuri dari goresan pena sejarah dan juga dua bongkah batu nisan beliau. Badan kijing pasarean beliau sudah baru. Tak jelas siapa yang memugar. Kijing kuna itu sudah berganti baju baru: batu keramik toko. Originalitas situs ini lenyap. Meski nama besar sang Wali tak lekang oleh jaman.
Kiai Rahwan mungkin bukan nama daging. Dalam beberapa catatan silsilah Kiai Rahwan ditulis juga dengan Kiai Rahwana. Di buku babad Songennep karya Werdisastra, baik versi asli maupun yang sudah dialihbahasa, nama beliau ditulis dengan Kiai Rawan. Zainalfattah dalam bukunya menyebut nama yang sama, dengan tambahan alias, yaitu Kiai Irawan. Buku Sejarah Sumenep (2003) mengutip kedua buku itu dengan menyebut Kiai Rawan dan Kiai Irawan secara bersamaan. Namun di pasarean beliau ditulis Gung Rahwan, dengan tambahan Kiai Abdurrahim bin Abdullah.
Kiai Rahwan atau Kiai Rawan sejatinya bukan asli Sendir. Beliau membabat Sendir yang dulunya merupakan kawasan angker. Menurut salah satu pemerhati sejarah di Kabupaten Sumenep, R. P. Mohammad Mangkuadiningrat, kawasan Sendir dan sekitarnya dikenal tak subur. Namun berkat karomah Kiai Rahwan dan keturunan beliau, beberapa kawasan menjadi daerah subur setelah dilewati tapak kaki sang Wali.
“Dalam sebuah riwayat kuna, saat beliau menginjak tanah yang tandus, diikuti dengan tumbuhnya rumput dan tetumbuhan lainnya,” kata Mohammad.
Yang unik, di kawasan berbambu itu, puluhan pohon bambu di kanan-kiri ondung (menunduk). Seakan membentuk atap melengkung atau mirip terowongan. Konon, ratusan bambu di sekitar pasarean Kiai Rahwan, atas izin Allah, menjadi atap alam. Menaungi kompleks pasarean. Menunduk takzhim.