Legenda Gunung Geger

Masyarakat Madura menyebutnya Punden Putri Kuning, terletak di bukit Gunung Geger, Bangkalan. Ahli arkeologi ditafsirkan sebagai monomen megalitik (foto: Madura Dalam Legenda)

Rosul

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah legenda Madalah cerita rakyat kuno yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Legenda adalah prosa rakyat yang dilihat oleh mereka yang memiliki cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Legenda sering dipandang sebagai cerita kolektif, walaupun ceritanya sering terdistorsi karena tidak ditulis sehingga sangat berbeda dengan cerita aslinya. Legenda oleh masyarakat masyarakat pendukungnya dianggap sebagai peristiwa nyata Kisah mereka terkait dengan tokoh-tokoh sejarah dan dibumbui dengan keajaiban keajaiban dan spesialisasi karakter Dari legenda inilah berbagai unsur kebudayaan manusia dapat diketahui

Oleh karena itu legenda merupakan salah satu data yang dapat dijadikan pertimbangan dan acuan dalam analisis kontekstual. Lebih-lebih apabila data tersebut sangat erat hubungannya dengan kasus-kasus yang sedang diteliti. Salah satu contoh dalam penelitian: “Melacak Jejak – Jejak

Budaya Austronesia di Kawasan Pantai Utara Jawa” erat dengan kehidupan Laut dan kawasan Pantai maupun Pesisirnya Oleh karena itu data tentang legenda yang terkait dengan kehidupan laut ataupun kawasan pantai dan pesisirnya menjadi salah satu pembahasan dalam buku ini Di bawah akan diuraikan beberapa legenda yang berkembang di kawasan pantai utara Pulau Madura, beberapa legenda tersebut adalah sebagai berikut (selanjuatnya masing-masing legenda/cerita rakyat diposting dalam halaman terpisah);

Legenda Gunung Geger

Menurut kepercayaan masyarakat di Pulau Madura pada umumnya mereka mengakui bahwa Gunung Geger yang terletak di wilayah Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, kira-kira 40 Km sebelah timur kota Bangkalan adalah tanah asal-usul Pulau Madura Pada jaman dahulu kala di kaki gunung Semeru, berdiri kerajaan Medangkemulan yang dipimpin rajanya bernama Sang Hyang Tunggal.

Di dalam keraton yang disebut Giling Wesi, Sang Hyang Tunggal hidup bersama permaisuri dan putrinya bernama Raden Ayu Ratna Doro Gung. Dibawah pemerintahan raja yang arif dan bijaksana itu, Medangkemulan merupakan kerajaan yang makmur dan sentosa Namun ketentraman sang raja bersama rakyatnya jadi guncang, ketika terjadi peristiwa yang menimbulkan aib besar bagi kerajaan.

Peristiwa itu berawal ketika sang Putri Doro Gung dalam tidurnya bermimpi kemasukan “rembulan” dari mulutnya. Aneh, beberapa bulan kemudian sang putri hamil secara gaib Inilah sebabnya Sang Hyang Tunggal jadi murka.

Beberapa kali Sang Hyang Tunggal menanyakan siapa lelaki yang membuat sang putri hamil Namun dengan terisal Duro Gung yang cantik jelita itu mampu menjelaskan, karena ta tak tahu awal mulanya mengapa bisa hamil

Ketika Sang Putrimenjelaskan bahwa dia hamil secara gaib. setelah bermimpi menelan rembulan Sang Raja bertambah marah Sang dianggap bukan saja mendustai raja, tetapi juga seluruh rakyat Medangkemulan Akhirnya raja bertindak tegas, dipanggilnya patih Panggulang dan dititahkan untude menghilangkan nyawa Sang Putri di hutan Dipesannya agar Panggulang tak menghadap raja, kecuali membawa kepala Sang Putri.

Dengan berat hati, serta bercucuran air mata, Patih Pranggulang menjalankan perintah, membawa Sang Putri ke hutan belantara Alkisah, ketika sudah berjalan jauh di dalam hutan, Sang Putri duduk bersimpuh, merasa tiba waktunya menerima nasib yang paling buruk Paman patih, silahkan laksanakan titah paduka ayahanda kata Doro Gung Mendengar ucapan Sang Putri dengan bibir yang bergetar.

Patih Pranggulang berlinang air mata. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena takut pada sang Raja la pun menghunus pedang, dan tiga kali pedang itu ditebaskan ke leher sang putri yang pasrah. Tetapi apa yang terjadi, setiap pedang itu menyentuh leher sang putri selalu terpental dan jatuh ke tanah.

Menghadapi kejadian aneh tersebut Patih Pranggulang termenung, dan akhirnya mengambil kesimpulan bahwa hamilnya sang putri memang bukan kesalahannya, melainkan karena ada hal-hal yang luar biasa. Saat termenung itulah, dengan baik, tetapi Tuhan belum mengizinkan aku dan ibuku man sekarang, sekarang talong buatkan rakir Demikian seruan bayi yang didengar Path Panggulang.

Seketika itu Patih Pranggulang menebangs pohon di hutan dan membuat rakit. Setelah rakitnya siap, datanglah Sang Putri ke tepi laut dan naik ke rakit yang telah siap. Patih Pranggulang bersiap-siap mendorong rakit sambil berpesan kepada Sang Putri, jika sewaktu-waktu butuh pertolongannya supaya menjejakkan kakinya ke tanah tiga kali, dan seketika itu Patih Pranggulang akan segera datang.

Setelah usai berpesan Patih Pranggulang mengganti pakaian kebesaranya sebagai Patih dengan pakaian poleng (kain tenun kasar) Ini dilakukan Patih Pranggulang, karena ia sadar tak mungkin kembali menghadap raja. Dan sejak itu, Patih Pranggulang mengubah namanya menjadi Ki Poleng

Sesaat kemudian Ki Poleng menendang rakit itu menuju “Madu-Oro” (Pojok di ara ara yang artinya pojok menuju kearah laut luas). Konon dari kata Madu-Oro inilah muncul kata Madura yang kemudian dijadikan nama Pulau Madura.

Selanjutnya, setelah di ombang-ambingkan ombak besar. Doro Gung terdampar di sebuah daratan kecil yang tersembul di permukaan laut, tepat di bawah pohon “Ploso” (semacam pohon jati). Daratan kecil inilah sekarang dikenal sebagai Gunung Geger yang terletak sekitar 40 km arah timur laut kota Bangkalan. Konon, ketika Sang Putri mendarat di daratan ini, jika air pasang daratan ini sempit sekali, tapi jika air surut areanya bertambah luas Itulah sebabnya daratan itu diberi nama “Lemah Doro” (tanah yang tak sesungguhnya) karena sering berubah luasnya Kata Lemah Doro dapat diartikan juga sebagai tanah yang ditempati Doro Gung satu satunya manusia penghuni pulau kecil tersebut.

Kata Lemah Doro menjadi Mah Doro dan akhirnya nama Maduro ini dijadikan versi kedua asal kata Madura (Madura Dalam Legenda)

Disalin dan diangkat dari buku ‘Asal-usul dan Sejarah Orang Madura’, Kajian Arkeologi-Sejarah, Eitor Gunadi Kasnowiharjo, Penerbit Balai Arkeologi Provinsi DIY, 2021, hal. 6-10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.