Kongres Bahasa Madura, Catatan yang Tersisa

[junkie-alert style=”yellow”]

kongres-bahasa-madura
Suasana pada Kongres I Bahasa Madura

Kongres I Bahasa Madura tahun 2008 telah berlalu. Sebagaimana telah disepakati pada Kongres II Bahasa Madura seharusnya dilaksanakan tahun 2013. Hal ini diperkuat pada saat pelaksanaan Seminar Bahasa Madura tahun 2012 di Kabupaten Sampang Madura.

Namun hingga saat ini Kongres Bahasa Madura yang diharap untuk memperkuat posisi bahasa Madura ini kurang (tidak) mendapat perhatian pemerintah daerah di Madura. Banyak pihak menyayangkan Kongres Bahasa Madura sebagai forum tertinggi dalam menetapkan bahasa ibu ini tidak lagi dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Kegagalan kongres akan menjadi preseden buruk bagi fenonema bahasa Madura sendiri. Sementara dalam perkembangannya bahasa ibu ini makin terkikis oleh maraknya bahasa-bahasa “baru” yang dianut oleh penutur bahasa Madura.

Sekedar mengingatkan, berikut Catatan Dari Kongres I Bahasa Madura yang pernah diangkat di http://www.abdaziz.info, pada 03/06/2014: [/junkie-alert]

Penutur Bahasa Madura, baik yang berdiam di dalam maupun di luar pulau Madura saat ini diperkirakan di atas 10 juta orang.

Karena itu pembinaan terhadap Bahasa Madura harus dilakukan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan agar bahasa tersebut bisa memberikan sumbangan yang berharga bagi pengembangan budaya bangsa.

Inilah yang menjadi salah satu landasan pemikiran tokoh dan pemerhati Bahasa Madura menggelar Kongres I Bahasa Madura pada 15 hingga 19 Desember 2008 di Kabupaten Pamekasan.

Kongres diikuti 250 peserta tetap, utusan dari empat kabupaten di Madura, serta kabupaten lain di Jawa Timur yang mayoritas penduduknya juga berbahasa Madura, seperti Situbondo, Bodowoso dan Kabupaten Jember.

Menurut Sekretaris Panitia, Halifaturrahman, Kongres I Bahasa Madura yang digelar minggu kedua Desember sebenarnya merupakan rekomendasi dari Kongres Kebudayaan yang digelar di Kabupaten Sumenep, 9 hingga 11 Maret 2007. Semula rekomendasikan Kongres Bahasa agar digelar September. Tapi oleh panitia ditunda dengan alasan berbagai kesibukan.

“Tapi pada bulan Oktober kondisi perpolitikan di Madura karena Pilgub Jawa Timur digelar dua kali putaran tidak memungkinkan, maka ditunda pada bulan November hingga akhirnya terealisasi pada bulan Desember ini,” katanya.

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai pada pelaksanaan Kongres yang bertema “Revitalisasi Pembinaan dan Pelestarian Bahasan dan Sastra Madura”, tersebut. Selain untuk melestarikan bahasa dan sastra Madura yang akhir-akhir ini cendrung mulai pudar, juga untuk merumuskan sejumah agenda penting Madura terkait pembangunan di Madura pasca terselesainya jembatan Suramadu, serta perumusan Ejaan Bahasa Madura yang disempurnakan, berikut penyempurnaan kamus Bahasa Madura.

Selama ini, kata Halifaturrahman, memang sudah ada kamus dan tata bahasa yang ditulis oleh perorangan. Tapi sebagian kalangan menganggap belum mewakili keseluruhan kebutuhan warga Madura. Terutama terkait dengan perbedaan dialek, struktur kata dan istilah yang ada di masing-masing daerah.

Bupati Pamekasan Drs. Kholilurrahman menyatakan, Bahasa Madura merupakan salah satu dari sembilan bahasa daerah besar di bumi Nusantara ini. Penutur Bahasa Madura diperkirakan diatas 10 juta orang, namun ada yang menyebut 13 juta.

“Jumlah yang tidak sedikit. Oleh karenanya pembinaan terhadap Bahasa Madura harus dilakukan. Dalam arti perlu ada upaya pelestarian dan pengembangan agar Bahasa Madura bisa memberikan sumbangan yang berharga bagi pengembangan budaya bangsa,” katanya.

Peneliti dari LIPI, Prof.Dr. Mien A Rifai menyatakan, di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia, Bahasa Madura merupakan salah satu bahasa terbesar keempat setelah Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda dari segi jumlah penuturnya. Tapi perkembangannya dalam dasawarsa terakhir ini memang sangat memprihatinkan.

Penyebabnya, kata dia, salah satunya akibat adanya kebijakan dari pemerintah pusat yang mengharuskan Bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa pengantar dalam bidang pendidikan.

“Karena hampir tidak diajarkan lagi sebagaimana mestinya, lama kelamaan Bahasa Madura tidak dikuasai oleh generasi muda Madura. Begitu juga buku dan karya tulis lain dalam Bahasa Madura tidak diterbitkan atau diproduksi lagi secara terprogram sehingga merupakan bahan yang terhitung langka,” kata lelaki kelahiran Sumenep 68 tahun lalu itu.

Mantan Ketua Badan Pertimbangan Bahasa Depdiknas periode 2002-2007 itu menjelaskan, selain karena kebijakan pemerintah pusat yang mengharuskan para guru mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi menggunakan pengantar Indonesia, sebab lainnya adalah, selama ini sangat jarang bahkan nyaris tidak ada karya ilmiah ataupun buku-buku yang diterjemahkan ke Bahasa Madura.

Tulisan serumpun:

  1. Kongres Bahasa Madura, Catatan yang Tersisa
  2. Malu Berbahasa Madura
  3. Bahasa Madura Terancam Punah?
  4. Rekomendasi Kongres I Bahasa Madura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.