Sebagaimana telah diketahui bahwa politik Kertanegara ditujukan pada pembentukan suatu negara besar dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di wilayah Nusantara, agar dapat menyusun persatuan yang cukup kuat untuk mempertahakan diri terhadap ekspansi dari luar terutama dari daratan China.
Dengan demikian Prabu Kertanegara menjalin hubungan dengan kerajaan Bali, Pamalayu (Sumatera), Borneo (Kalimantan), Tumasik (Singapura), Champa (Kamboja) dan lain sebagainya. Rencana yang akan mempersatukan Nusantara gagal tidak bisa dilaksanakan bukan karena adanya ancaman perang dengan Kekaisaran daratan China, tetapi dikarenakan adanya serangan dari pihak dalam sendiri. Yaitu serangan yang dilakukan oleh Adipati Jayakatwang yang penuh ambisi untuk menguasai pulau Jawa, juga karena balas dendam kepada keturunan Ken Arok Sri Rajasa. Pada tujuh puluh tahun yang lalu Prabu Kertajaya Raja Kediri selaku kakek buyut dari Jayakatwang ditaklukkan oleh Ken Arok Sri Rajasa juga kakek buyut Kertanegara, dengan berdirinya kerajaan Singasari.
Memang sebelumnya telah diketahui oleh Prabu Kertanegara bahwa keberadaan Adipati Jayakatwang akan membahayakan kedudukan dirinya, karena dendam turunan yang tidak mudah untuk dihilangkan. Yang tidak menutup kemungkinan pada suatu saat akan menghantam dari belakang, namun hal itu agak dikesampingkan karena ambisi mempersatukan Nusantara jauh lebih besar. Untuk mengantisipasi gejolak dendam Jayakarwang maka dikawinkan dengan adik Kertanegara bernama Turuk Bali. Disamping itu Tribuwana putri kedua Kertanegara dikawinkan dengan Arya Ardharaja putra Jayakatwang. Yang seakan tidak mungkin akan terjadi balas dendam keturunan karena masih ada hubungan ipar dan besan.
Perlu diketahui bahwasanya Arya Wiraraja berteman dengan Jayakatwang dan sering berhubungan. Adanya kemauan Jayakatwang yang akan balas dendam kepada Prabu Kertanegara dan akan menghancurkan Singasari, tercium oleh Arya Wiraraja. Apalagi usulan Arya Wiraraja pernah ditolak dan dirinya disingkirkan ke Sumenep oleh Prabu Kertanegara, sehingga dirinya merasa disisihkan. Karena Arya Wiraraja memang ahli strategi politik dan mahir dalam strategi perang. Maka dengan adanya kekosongan pasukan di Singasari dengan pengiriman bala tentara perangnya ke Swarnadwipa (Sumatera) dibawah pmpinan Kebo Anabrang, menjadi suatu peluang yang baik untuk melancarkan serangan bagi Jayakatwang.
Dengan demikian maka Arya Wiraraja mengirimkan surat kepada Jayakatwang yang diantarkan oleh putranya yang bernama Arya Wirondaya. Isi suratnya menurut Serat Pararaton sebagai berikut :
” Sang Nata amba tur wikan, yen paduka karsa ambereg lit nguni, mring pategalan lawas, prayogine linakyan samangkin, mumpung nuju ing mansa prayoga, tan na walang salisike, tan woten bajulipun, sima sepen banthengira wis, eri tanapi sarpa, tanana sadarum, wonten uga samanira, mung sayuga nanging wus ompong tan nggigit, mung mataken turira ”
”Paduka Raja, hamba memberi tahu, kalau paduka bermaksud berburu seperti dulu ke peladangan lama, sebaiknya dilaksanakan sekarang saja. Disaat waktunya baik. Tak ada belalang seekorpun, tak ada buayanya. Macanpun sepi, bantengnya hilang. Baik duri maupun ular tak ada. Memang ada singanya seekor dan itupun sudah ompong tak akan menggigit. Hanya itulah pesan hamba.”
Dikala Wirondaya putra Arya Wiraraja menghadap Jayakatwang di Daha, terjadilah dialog antara keduanya. Arya Wirondaya mengatakan bahwa ayahnya sakit hati pada sikap Prabu Kertanegara, yang dalam kidung Harsawijaya disebutkan ” ……tan trepi rehing nagari arawat-rawat kewuh” dengan demikian maka Jayakatwang yakin bahwa Arya Wiraraja tidak akan mengirimkan bala pasukannya untuk membantu Prabu Kertanegara. Hal mana merupakan peluang yang sangat besar untuk melumpuhkan Singasari. Yang ada di Keraton saat itu hanya Empu Raganata yang sudah tua seperti dikatakan dalam surat Arya Wiraraja ” ………….. wonten uga samanira, mung sayuga nanging wus ompong tan nggigit.” (Memang ada singanya seekor dan itupun sudah ompong tak akan menggigit, yang disebut macan ompong adalah Empu Raganata karena susad tua).
Tulisan bersambung: