Budaya Lokal Berkaitan dengan Harga Diri

Memelihara dan merawat sapi kerapan merupakan bagian harga diri

Sebaik-baik lelaki bila memiliki: kètèran, kerrès, jhârân, bâbinè’sè beccè ‘(perkutut, keris, kuda, perempuan) yang baik.

Leluhur Madura selalu mengingatkan para pemuda Madura agar selalu

  1. Memiliki atau memelihara burung perkutut (ngobu kètèran). Dengan selalu hidup bersama dengan perkutut, si pemelihara perkutut tergugah hatinya untuk memiliki suara yang merdu dan dikagumi oleh banyak orang. Hal ini bermakna bahwa seseorang hendaknya memiliki tutur bahasa yang baik, karena akan selalu diperhatikan dan dihormati orang lain.
  2. Memiliki keris yang baik (ngandhu kerrès sèẻ bhâghus). Keris yang baik, yaitu keris yang memiliki keampuhan. Hal ini juga agar laki-laki Madura memiliki kemampuan tersebut. Keampuhan yang membuat dirinya disegani dan dihormati orang lain, serta keampuhan yang tidak membuat dirinya sombong, tetapi keampuhan yang bisa berguna bagi dirinya dan kepada orang lain, seperti keterampilan kerja, kecerdasan berpikir, dan bijak serta arif. Dalam hal ini, laki-laki Madura harus memiliki sifat seperti yang dimiliki padi, makin berisi makin merunduk, bukan tegak.
  3. Memiliki atau memelihara kuda (ngobu jhârân). Leluhur Madura selalu mengidentikkan kuda dengan kebugaran, ketangkasan, dan kejantanan. Laki-laki Madura diharapkan memelihara serta memiliki terus kebugaran tubuh, ketangkasan dalam berinteraksi, serta bersikap jantan dalam menjalani kehidupan.
  4. Memiliki istri yang salehah (andi’ binè sè sholehah). Laki laki Madura mencari istri jangan berdasarkan nafsu sesaat, carilah istri untuk dunia dan akhirat. Karena itu, carilah perempuan yang bisa diajak mendaki gunung dan menuruni ngarai tanpa mengeluh. Istri setia identik dengan perdamaian tidak memberi kesempatan untuk munculnya carok. Dengan keinginan atau pesan leluhur yang demikian maka diharapkan kepada perempuan Madura memiliki dan memelihara sifat yang diingini oleh para lelaki. Perempuan yang mendatangkan hidup rukun, damai, tenteram bagi keluarga dan kehidupan rumah tangga yang demikian di Madura dinamakan rumah tangga yang sakinah. Pada bagian lain, dalam rumah tangga yang demikian Alah pasti memberikan kemurahan rezeki yang datangnya tak terduga. Bagi lelaki, diharuskan memberi perlindungan terhadap istri istri mereka. Semua itu, untuk harga diri orang Madura.

Bâburughân beccè’ bângatowa

Bâburughân beccè’ bângatowa (lihat bagian Kearifan Lokal Madura di halaman lain dalam buku). Petuah para orang tua Madura juga melalui bahasa dan sastra seperti dalam pantun. Hal ini diarahkan agar generasi Madura selalu berlaku sesuai segala aturan sopan-santun yang telah ditata leluhur seperti berikut.

Ngala’ sèrè èsa-pèsa
Èsarèngnga ghân sakonè’
Kanèserrè orèng towa
Sè mèyara kabit ghi’ kènè’

‘Ambil daun sirih dibilah-bilah
Diseleksi sedikit demi sedikit
Sayangilah orang tua
yang membesarkan sejak kecil’

Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan bait ketiga dan keempat adalah isi. Contoh pantun yang lain

Sarkajana èbhungkana
nyalagha’a ka sabâna
sè rajd’â pangabbhruna
dâ’ka bhâlâ tatangghâna

buah srikaya di pohon
membajak di ladang
memiliki rasa mengalah yang cukup dalam
menghadapi persoalan dengan para tetangga

selain itu terdapat pula dalam syair berikut ini:

noro’ pato dhâbu kona
polong bi’ rèng ngobbhår dhupa
lomèlo ro’omma dhupa
dhâddhi beccè’bekkasanna

mematuhi nasihat kuna
satu atap dengan orang membakar dupa
turut mencium bau dupa yang harum
bila demikian menjadi bagus

Nasihat yang terselip dalam pantun dan syair adalah para leluhur Madura mengharapkan kepada keturunannya agar selalu tahu diri. Setiap insan semenjak masih kecil (anak-anak), tumbuh menjadi besar (dewasa), kemudian hidup mandiri. Dalam proses tersebut, jasa orang tua sangat besar dan setiap anak harus dapat menghargai dan mensyukuri jasa orang tua, terutama bila kita mengharapkan memiliki anak yang sholeh dan sholehah karena setiap anak pada akhirnya juga akan menjadi orang tua.

Demikian pula dalam hidup bertetangga, leluhur orang Madura sudah mengumandangkan nasihatnya melalui pantun-pantun bahwa hidup bertetangga yang baik bilamana memiliki sikap mengalah. Artinya bisa menghargai pendapat orang lain. Termasuk pula terkandung dalam syair, kesempatan untuk berpesan kepada keturunan-nya leluhur orang Madura juga menyelipkan kata-kata untuk membentuk karakter yang baik bagi generasi muda Madura. Syair tersebut menginginkan agar generasi muda Madura selalu pandai dan waspada mencari teman atau pemimpin.

Teman atau pemimpin yang baik adalah “harum seperti bau harum dupa” dan yang berteman atau yang menjadi rakyat dari pemimpin yang harum, akan memperoleh bau harumnya. Hal tersebut dalam makna kita akan menjadi orang yang baik pula. Simpulannya, setiap generasi Madura diminta untuk selalu ingat betapa besar kecintaan orang tua, kerja keras orang tua dalam membesarkan anaknya, dan betapa besar harapan orang tua agar putranya menjadi orang bijak dan berilmu, seperti pesan berikut.

  • hiduplah rukun dengan tetangga
  • bersamalah dengan orang baik agar kebaikan; jauhilah penjahat agar tidak tertular jahat.

Mèttha’ buri’ tengnga lorong

Masih dalam memelihara harga diri, leluhur orang Madura menginginkan setiap insan tidak hanya memelihara harga dirinya sendiri, tetapi harus memelihara harga diri keluarga, artinya setiap orang Madura harus mengamankan nama baik keluarga, apabila tidak demikian, orang Madura tersebut dikatakan mètta’ buri’ tengnga lorong.

Mèttha’     = memperlihatkan secara terbuka

buri’         = anus, jalan pembuangan kotoran daridalam perut

tengnga lorong  = di tengah jalan

Adapun maksud pernyataan tersebut adalah apabila ada anggota keluarga yang membuka aib keluarga, sama dengan memperlihatkan secara terbuka anus atau duburnya di jalan umum, sehingga banyak orang melihatnya. Padahal, anus tersebut harus ditutupi agar tidak terlihat orang lain karena anus merupakan bagian tubuh manusia untuk mengeluarkan kotoran dari dalam usus dan menjijikkan.

Demikian pula hal-hal yang menjadi aib keluarga tidak boleh dibuka atau dibeberkan di depan umum. Bila hal itu terjadi, keluarga dan diri sendiri akan malu.

Lako beccè’ ghutong rojhung lako jhubá’ obbhâr obhung

Ghutong-rojhung dan obbhâr-obhung merupakan kata majemuk setara. Kata ghutong sama artinya dengan rojhung demikian pula kata obbhâr sama arti dengan kata obhung Ghutong, rojhung bermakna diangkat bersama (oleh banyak orang gotong royong).

obbhår, obhung= dibakar

lako beccè‘= perbuatan baik

lako jhubâ’ = perbuatan jelek

lako beccè’ ghutong rojhung = perbuatan baik harus dikerjakan bersama-sama

lako jhuba’ obbhâr obhung = perbuatan jelek hendaknya dihindari.

Dengan demikian leluhur orang Madura menghendaki generasinya berkeinginan berbuat baik dan keinginan tersebut sebaiknya dimiliki oleh segenap anggota masyarakat. Sebaliknya, keinginan yang jelek supaya dijauhi bahkan sebaiknya tidak mempunyai keinginan untuk melakukan perbuatan yang kurang terpuji. Dengan kata lain, para leluhur orang Madura menghendaki generasinya memiliki moral yang tinggiagar bisa memperlihatkan kepada pihak lain bahwa etnik Madura selalu menjaga harga dirinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.