Tradisi “Toron” Nilai Solidaritas Persaudaraan Warga Madura

tradisi toron
"Toron". Antrian panjang di jembatan Suramadu

Untuk itudalam menjaga martabat keluarga atau kelompok jangan sampai  jha’ methha’ buri’ etengnga lorong, (jangan menunjukkan bokong/dubur ditengah jalan)  sebab sapenter-penterra nyimpen babathang paste e kaedhing bauna (sepintar-pintar nyembunyikan bangkai, pasti akan dirasaukan baunya).

Landasan kearifan lokal inilah, yang menjadikan masyarakat Madura sangat diikat dan terikat oleh nilai kekebaratan, sehingga dalam kondisi apapun toron merupakan bentuk “kewajiban” meski secara finalsial mereka mempunyai keterbatasan. Bahkan dalam kondisi tertentu, hasil upaya ekonomi dari hasil kerja kerasnya di tanah rantau, sebagaian disisakan dan disimpan untuk persiapan ketika mereka harus toron.

Namun demikian meski kata toron mempunyai makna turun, tidak ada istilah sebaliknya onggha (naik). Karena toron bukan berararti turun dari atas kebawah. Toron merupakan istilah yang menajam sebagai bentuk kekentalan nilai dari dasar toron sendiri. Toron bisa berkembang menjadi toronan yaitu manifestasi dari silsilah keturunan dari tingkat keluarga, dengan pengertian, kembali ke pangkuan orang tua, atau dalam makna “turun temurun”, yang mempunyai arti peristiwa toron telah dilakukan secara turun temurun, yaitu mengikat tali silaturrahmi antar sanak keluarga dan kerabat pendahulunya.

Namun kenyataannya, masyarakat Madura sebagai masyarakat religius tradisi toron menjadi tradisi kuat yang selalu menjadi harapan dan kebanggaan tersendiri yang patut menjadi contoh bagi warga lainnya.

Sebagaimana sabda Nabi: Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesame Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (Riwayat Bukhari dari Abdullah bin Umar RA) atau Persaudaraan dalam Islam memperkuat ikatan antara orang-orang Muslim dan menjadikan mereka satu bangunan yang kokoh.

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam.” (Riwayat Muslim) atau  “Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (Riwayat Muslim)

Response (1)

  1. Saya baru memahami, kenapa setiap lebaran haji dan maulud nabi orang Madura yang ada di rantau selalu ingin pulang. Hal ini juga dialami oleh tetangga saya yang berasal dari Madura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.