Tradisi Carok Sebagai Substansi yang Relasionalistik

>

Jika pelaku pelecehan seksual itu tidak segera dibunuh, maka kerusakan tatanan sosial yang menyebabkan terganggunya ketenteraman hidup masyarakat, akan terus berlangsung. Jika ini terjadi, orang yang istrinya diganggu akan terus dicemoohkan oleh lingkungan sosialnya. Cemoohan ini merupakan suatu bentuk reaksi kultural sekaligus sanksi moral, karena suami tersebut dianggap tidak berani membunuh orang itu, demi memulihkan kerusakan tatanan sosial, yang sudah rusak. Sebaliknya, apabila carok segera dilaksanakan, maka bukan hanya pelaku dan kerabatnya yang merasa puas dan lega, tetapi juga masyarakat ikut berbahagia. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa carok merupakan bentuk pertanggung jawaban moral pelakunya dalam upaya pemulihan kembali tatanan sosial yang rusak (Latief Wiyata, 2002: 203-204).’

Yang Tetap dan Yang Berubah Dalam Tradisi Carok

Tradisi carok sebagai simbol akan selalu terlekat dan tetap kepada masyarakat Madura, sebagai suatu karakter yang khas dari suatu ras dalam ke- Bhinneka Tunggal Ika-an. Hal ini tercermin dalam ungkapan: “Jika laki-laki Madura tidak berani melakukan carok, maka dia selain dianggap sebagai penakut (tako’an) juga bukan sebagai laki-laki (lo’ lake’ atau ta’ lalake’ ). Perempuan pun

mencemoohkannya yang diungkapkan dalam sebuah kalimat, “Sayang saya perempuan, seandainya saya memiliki buah zakar sebesar cabai rawit, saya yang akan melakukan carok” (Imron, 1986: 12). Bahkan ada pula yang mengatakan: “Mon lo’ bangal acarok ja’ ngako oreng Madura” (jika tidak berani melakukan carok jangan mengaku sebagai orang Madura) (Latief Wiyata, 2002: 194).

Uraian di atas menunjukkan bahwa carok merupakan salah satu cara orang Madura untuk mengekspresikan identitas etnisnya. Akan tetapi, simbolisasi carok tidak akan tuntas untuk diredefinisi dan ditafsir dalam hubungannya dengan masyarakat Madura, yang akan selaluberkembang dan berubah seiring perkembangan jaman. Hal inilah yang menunjukkan adanya dinamisme dalam tradisi carok, artinya bahwa tradisi carok akan selalu terbuka bagi suatu interpretasi dalam hubungannya dengan dinamika sosial-budaya, yang terjadi dalam masyarakat Madura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.