Syekh Ali Akbar Syamsul Arifin

Muhammad SAW. Bahkan menurut Kiai Imam Arifin, beliau tidak pernah putus wudhu. Artinya satiap Syekh Ali Akbar batal wudhu maka beliau cepat-cepat wudhu kembali. Karena wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat.

Setiap hari beliau berpuasa, bahkan sepanjang hidupnya. Bahkan ada cerita tentang seputar puasa Syekh Ali Akbar dengan cucu-menantunya yang bernama Kiai Pao. Beliau bertanya pada sang cucu-menantu tentang soal buang air besar. Sang menantu menjawab kalau ia buang air besar setiap satu bulan sekali. Dengan senyum sayang Syekh Ali Akbar mengatakan, kalau dirinya satu tahun sekali apabila buang air besar. Sementara tinjanya sebesar biji kurma. Sungguh suatu perbedaan yang sangat mencolok. Ini merupakan salah satu kisah yang didapatkan Ustadz Abdul Karim Mastura dari almarhum orang tuanya dulu.

Memang tanah tempat tinggal Syekh Ali akbar bertanah batu kapur kuningan. Pada jaman tersebut tumbuhan yang berbuah dan yang bisa dimakan kebanyakan pohon mengkudu. Sekarang tanah tempat Syekh Ali Akbar bernama Dusun Pakotan dan masih termasuk wilayah Desa Pasongsongan Kecamatan Pasongsongan. Jadi makan sahur dan berbuka puasa beliau adalah buah mengkudu. Itu pun tidak banyak, satu buah mengkudu untuk berbuka puasa dan sahurnya.

Syekh Ali Akbar adalah orang yang ahli ibadah. Hatinya senantiasa husnudhan kepada Sang Ilahi. Beliau juga memiliki karomah yang sungguh luar biasa. Doa-doa beliau makbul. Maka tak berlebihan kalau Raja Bindara Saod seringkali meminta nasihat dan doa kepada Syekh Ali Akbar agar kerajaan yang dipimpinnya aman dan makmur. Apalagi kedekatan Raja Sumenep dengan beliau dilatarbelakangi oleh adanya hubungan darah pada keduannya. Kendati Syekh Ali Akbar sebagai paman Raja Bindara Saod, akan tetapi Syekh Ali Akbar tetap hormat dan tunduk-patuh terhadap keputusan rajanya. Ia memakai etika sebagai pengejawantahan seorang rakyat kepada pemimpinnya. Bagi beliau keputusan raja adalah undang-undang yang tidak bisa ditawar-tawar lagi; sepanjang sabda raja itu masuk akal dan adil-bijaksana. Bukankah apa yang diucapkan raja sebelumnya telah melewati kajian pemikiran oleh menteri-menterinya dengan mengedepankan curahan nuansa perasaan.

Syekh Ali Akbar diketahui adalah pemegang teguh falsafah luhur orang Madura. Falsafah itu berbunyi: Bhuppa’ bhâbhu’ ghuru rato, yang mengandung makna ungkapan kepatuhan dan rasa hormat orang Madura secara hierarhikal pada figur-figur utama. Orang Madura pertama-tama harus patuh dan taat pada kedua orang tuanya, kemudian pada guru (ulama), dan terakhir pada rato (pemimpin formal atau biasa disebut birokrasi). Artinya, dalam kehidupan sosial budaya orang Madura terdapat standard referensi kepatuhan terhadap figur-figur utama secara hierarhikal yang sudah seharusnya dilaksanakan. Sebagai aturan normatif yang mengikat setiap orang Madura maka pelanggaran atau paling tidak – melalaikan aturan itu – akan mendapatkan sanksi sosial sekaligus kultural.

Baca:  Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus

Pada keempat manusia ini rasa hormat wajib ada pada diri seseorang. Karena ini adalah akhlak mulia dan terpuji, maka manusia akan bisa berharga kalau akhlaknya tidak tercela. Falsafah yang sudah ditanamkan sejak usia dini pada Syekh Ali Akbar oleh Syekh Khalid. Syekh Khalid sendiri adalah orang tua kandung Syekh Ali Akbar dengan julukan nama Kiai Talang Takong. Sebagai orang alim dan takwa kepada Allah SWT, Syekh Ali Akbar  tidak pernah

Responses (4)

    1. Tulisan ini hanya sebagian dari tulisan lengkapnya yang baru kemarin terbit dalam bentuk buku berjudul “Syekh Ali Akabar, Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus” penerbit Rumah Literasi Sumenep (Agutus 2019)

      Memang penulisnya merasa kesulitan untuk mendapatkan referensi. Tulisan ini berdasarkan dari cerita sesepuh Pasongsongan dan keturunan Syekh Ali Akbar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.