Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus

Syekh Ali Akbar, Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus, penerbit: Rulis 2019

Syekh Ali Akbar Syamsul Arifin, nama ini memang tidak begitu populer di tengah masyarakat Sumenep bila dibanding tokoh sejarah lainnya. Namun demikian, beliau mempunya konstribusi terhadap keberadaan nama Pasongsongan, yakni sebuah wilayah yang berada di timur daya Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Madura.  Jawa Timur. Dari perjalanan sejarah, Pasongsongan telah melahirkan sejumlah tokoh penting, namun tidak banyak terekspos ke ranah publik. Nah, berangkat dari sinilah salah seorang tokoh yang cukup monomental terhadap fenomena wilayah Pasongsongan perlu diperkenalkan.

Nama Pasongsongan memiliki sejarah cukup panjang dan sangat mengesankan untuk disimak,  karena menariknya sehingga ada pepatah lama yang  mengatakan, tak kenal maka tak sayang.  Lalu hubungan tokoh ini dengan nama Pasongsongan?.  Yang jelas ada sesuatu terselip kandungan makna yang mungkin cukup beragam orang menerjemahkannya. Karena antara individu yang satu dengan lainnya punya perspektif berbeda, punya penafsiran berbeda.

Maka ironis bila  diantara warga sebagai masyarakat yang pernah tinggal, lahir dan besar di Pasongsongan; makan, minum dan menghirup udara di situ, bahkan sudah pasti buang air besar dan kecil pun di atas tanah Pasongsongan tidak tahu menahu tentang sekelumit sejarah Pasongsongan itu sendiri. Atau mungkin kita menganggap sejarah Pasongsongan cukup hanya  menjadi milik kalangan tertentu saja.

Sikap yang apatis terhadap kelahiran dan keberadaan latar sebuah daerah yang buminya sudah didiami sekian lama merupakan suatu sikap yang kurang bijak. Apalagi sampai anti pati terhadap sejarah itu sendiri. Sikap yang demikian memang tidak berdosa dan tidak dimurkai oleh Tuhan Yang Maha Esa. Namun perlu diingat, bahwa sejarah pada hakikatnya adalah merupakan jatidiri manusia di dalamnya.

Jatidiri yang sepantasnya dikaji dan ditelaah serta dicermati. Kalau bukan penghuni lalu siapa lagi yang akan melestarikan warisan  budaya nenek moyang kita. Sebab manusia adalah bagian dari sejarah itu sendiri,  yang tidak terpisahkan kendati raga sudah berkalang tanah. Leluhur kita menyampaikan ungkapan bijak kalau gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggal meninggalkan nama atau sejarah yang selamanya akan dikenang oleh anak-cucu, paling tidak  atau lebih mantap kalau seseorang meninggal dunia membuat masyarakat luas berduka cita atas kepergiannya, bukan hanya sebatas keluarga dalam saja yang meneteskan air mata.

Baca: Syekh Ali Akbar Syamsul Arifin

Dengan memahami sejarah pula manusia bisa hidup lebih baik dari pada sebelumnya. Dan dengan mengkaji sejarah seseorang akan mampu membedakan sesuatu yang baik dan buruk karena manusia memiliki akal untuk berpikir. Apabila seseorang  lebih banyak bercermin dan bercermin terhadap sejarah masa lalu maka daya nalar berpikir orang tersebut akan jauh lebih arif dan bijaksana dalam menyelesaikan problematika kehidupan ini. Ia akan lebih mandiri dalam segala hal. Ia akan lebih terhormati hidupnya apabila disejajarkan dengan daerah lain yang juga tentunya mempunyai sejarah.

Responses (2)

  1. Assalamu’alaikum, kak kalau boleh tau apakah bukunya diedarkan/dijual? jika iya di mana bisa mendapatkan bukunya. terima kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.