Sesisir Pisang Kiai: Sedikit tentang Kosmologi Madura

[junkie-alert style=”green”] Jamal D. Rahman*

rahasia-perempuan-madura
Cover buku

Semua undangan sudah berkumpul, duduk bersila di serambi rumah sederhana itu. Hidangan disuguhkan begitu undangan duduk bersila. Setiap undangAn disuguhi secangkir kopi, sebagiannya secangkir teh, sebatang rokok, dan kue-kue tradisional. Tepat di depan pintu rumah duduklah seorang kiai desa yang akan memimpin salametan hari itu, didampingi tetua keluarg

a tuan rumah dan desa. Tempatnya lebih istimewa: tidak sekadar beralaskan tikar seperti tempat untuk undangan lain, melainkan beralaskan ambal —orang setempat menyebutnya hambal. Untuk sang kiai, yang adalah tokoh paling dihormati, tuan rumah menyuguhkan suguhan istimewa: secangkir kopi dan segelas air putih, dua bungkus rokok, kue-kue tradisional, dan buah-buahan. Di antara buah-buahan itu adalah sesisir pisang, ditaruh di atas piring. Sang kiai menyantap pisang tersebut dengan nikmatnya.

Acara inti salametan adalah membaca Yasin, tahlil, dan doa sesuai hajat tuan rumah, dipimpin sang kiai. Setelah selesai, acara dilanjutkan dengan makan. Semua undangan —sekitar 75 orang— tetap duduk bersila. Suguhan makan diedarkan oleh beberapa petugas, terdiri dan keluarga tuan rumah dan undangan yang secara suka rela mengambil tugas itu. Suguhan makan untuk sang kiai tentu lebih istimewa. Lalu, setelah dengan sangat sopan terlebih dahulu mempersilahkan sang kiai, tuan rumah mempersilahkan semua undangan untuk menikmati hidangan makan. [/junkie-alert]

Setelah semuanya selesai, dan tamu masih ngobrol satu sama lain sambil merokok, datanglah sang tuan rumah duduk bersila dengan hormat tepat di depan sang kiai. Kepada sang kiai, tuan rumah berterima kasih telah bersedia datang dan memimpin doa dalam salametan itu. Pembicaraan selanjutnya adalah basa-basi sebagai keakraban dan kehangatan antara sang kiai dan tuan rumah, diselingi canda tawa —tentang keluarga, pertanian, dan lain-lain. ini semacam pertemuan khusus antara kiai dan santrinya, sebab dulu, sebagaimana hampir semua penduduk desa itu, sang tuan rumah pernah berguru secara langsung kepada sang kiai. Tuan rumah adalah santrinya sendiri.

Di tengah basa-basi keakraban dan kehangan itu, dengan hormat sang tuan rumah berkata kepada kiainya, “Saporana, Kèaèh. Geddhang ka ‘dintoh” —dia menunjuk pisang yang dihidangkan kepada sang kiai-— “dari budinah jeddingah panjenengan.” (Terjemahan harfiahnya: “Mohon maaf Pak Kiai. Pisang ini” —dia menunjuk pisang yang dihidangkai kepada sang kiai— “dari belakang kamar mandi Anda. “)

Kiai itu tertawa. Tamu-tamu lain yang mendengarnya tersenyum. Acara salametan itu terjadi di sebuah desa d Sumenep, Madura, Jawa Timur. Salametan, atat salamedden, adalah tradisi sosio-keagamaan, sebuat aktivitas relijius yang diadakan oleh sebuah keluarga sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan kepada mereka, atau sebagai doa atas harapan yang diinginkan oleh keluarga itu sendiri atau sebagai ungkapan syukur dan doa sekaligus Salametan diikuti oleh keluarga dan terangga deka Wan rumah, yang hadir ke tempat acara —biasanya kediaman tuan rumah, di serambi rumah atau d surau milik keluarga— atas undangan tuan rumah. Salametan selalu dipimpin oleh kiai atau uIam lokal, yang biasanya adalah tokoh agama kepada siapa tuan rumah dan keluarganya (pemah) belajar ilmu agama Islam.

Saya mendengar kisah di atas dan adik kandung sang kiai, yang mendengarnya langsung dari kiai itu sendiri, kakak kandungnya. Saya percaya kisah tersebut benar-benar terjadi. Sebab dilihat dan periwayatnya, semuanya tsiqah (dapat dipercaya) —hanya saja, harus saya akui bahwa saya tidak mencek kebenarannya langsung kepada sang kiai, yang mengalami sendiri kasus tersebut.

Lebih dan itu, dilihat dan sistem nilai, norma, struktur sosial, dan kosmologi Madura —seperti akan dijelaskan nanti, fakta seperti itu memang mungkin terjadi. Apa arti fakta itu sebagai fenomena sosial budaya Madura?

Responses (4)

  1. saya butuh buku itu tolong gimana ya caranya karena ditoko buku tidak ada.. please kasi info

  2. gan saya tertarik sama buku ini, kalau boleh tau buku ini bisa saya dapatkan dimana ya gan ?

Leave a Reply to Lontar Madura Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.