Selamatkan Kebudayaan Madura dari Gempuran Globalisasi

Kebudayaan Madura Dan Afirmasi Nilai Etika Dan Estetika

Pada titik ini, penulis akan mencoba mengurai kembali secara runtun nilai yang terdapat pada sebagian kebudayaan Madura melalui metode afirmasi nilai etika dan estetika kebudayaan di Madura, sehingga pada klimaksnya akan menegaskan nilai etika dan estetika yang dikandung oleh berbagai tradisi dan kebudayaan di Madura, wabil-khusus yang kini sedang tergerus nilai tawarnya, baik di level regional dna nsional. Sehingga, untuk menyiasatinya, diperlukan suatu metode afirmasi dalam menyelamatkan kebudayan Madura. Dengan mengacu pada aplikasi metode afirmasi, sebagaimana telah terancang dalam bagian sebelumnya.

  1. Keris  Madura dan Masyarakat Kesatria

Dari latar historisnya, Keris Madura sudah muncul pada sekitar abad ke-16 sampai ke-17. Keris mengalami masa kejayaannya yaitu pada abad ke-18 sampai ke-19 ketika keris itu dianggap benda keramat yang memiliki kekuatan magis yang dapat menyelamatkan dan melindungi penggunanya dari berbagai kesulitan. Akan tetapi, berbeda dengan kenyataan yang terjadi pada abad ke-21. Pada abad ini pengrajin seni mulai merubah persepsi. Keris yang dibuat pada abad ke-21 ini hanya menampilkannya pada aspek estetikanya saja, tidak menganggapnya sebagai benda yang mempunyai kekuatan magis seperti pada abad sebelumnya.

Ada berbagai tahap dalam pembuatan keris. Pertama, dilakukan dengan ritual khusus yang disebut “Pojja”, semacam ritual dari sang empu (pembuat keris) yang meminta kepada Tuhan dengan rendah diri lahirbatin, agar para pengguna keris bisa berkelakuan baik dan dijauhkan dari perbuatan jelek dan melanggar dari norma. Biasanya, sang empu akan membawa besi—yang akan dibuat keris—ke tempat yang ramai, apakah masih bisa terlihat oleh orang atau tidak. Jika masih bisa dilihat, maka sang empu akan mengulangi ritual itu.

Kedua, setalah sang empu selesai membuatnya maka dilakukan “Penyempuhan”. Ketiga, sang empu menguji kekuatan keris itu dengan menusukkannya ke kulit kerbau putih yang telah dikeringkannya, di samping juga karena untuk menguji kekerasan besi keris.

Bagi masyarakat Madura, keris dapat dijadikan sebagai sikep (alat untuk menakuti musuh). Mungkin ini biasa, tetapi menjadi tidak biasa ketika dengan memakai keris itu bisa meningkatkan karakter kesatriaannya sehingga masyarkat Madura akan tetap mempunyai identitas, yakni: “Masyarakat Kesatria”. Di titik inilah dapat diambil nilai etika dan estetika dari sebuah keris.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.