Yang perlu dicermati, uraian diatas adalah model pendidikan keluarga yang memanusiakan anak (al-ta’lim al-insaniy) ini merupakan variasi dari pendidikan Islam. Dalam khasanah pendidikan Islam terdapat pula model pembelajaran sufistik transendental (at-ta’lim ar-Robbaniy). Sebagai perbandingan, perhatikan pola pembelajaran sufistik transendental yang disarikan dari kitab “Majmu’atu Rasa’ili” Imam Al-Ghazali mengenai etika mengajar anak-anak:
“Mendahulukan keteladanan dirinya, karena anak-anak memperhatikan segala perilakunya, telinga mereka pun setia mendengarkannya. Apa yang menurut d., rinya baik, maka di mata mereka juga dianggap baik. Sebaliknya,apa yang dianggap jelek, mereka pun menganggap jelek. Seorang pengajar harus tetap tenang, memperhatikan sekitar; pengajarannya lebih diprioritaskan melalui kewibawaan; tidak mengajaknya berbicara berlebihan dan yang tidak pada tempatnya, karena bisa menjadikan mereka bertingkah; tidak membiarkan mereka berceloteh yang menjadikannya sembrono di hadapan anda.
Anda jangan mempermainkan siapa pun dihadapan mereka; hati-hati terhadap apa yang mereka buang di hadapan Anda. Melarangnya berdusta; mencegahnya dari sikap curiga yang berlebihan; menilai buruk terhadap kebiasaan menggunjing orang lain; harus meninggalkan kebiasaan berdusta dan adu domba di hadapan mereka; tidak menanyakan hal-hal yang merendahkan harga dirinya yang dapat menekan perasaan mereka. Tidak banyak menuntut kepada mereka, sebab mereka akan bosan mendengarnya. Anda harus mengajarkan cara bersuci dan sholat kepada mereka; clan mengajarkan tentang perkara najis berkenan dengan diri mereka.”
Dari paparan ini terlihat bahwa model pembelajaran sufistik transendental menyaratkan perilaku yang amat ketat. Kedua model ini (Pemanusiaan anak dan sufistik transendental) sama-sama memiliki keunggulan masing-masing. Namun dalam konteks penanaman dan pengembangan nilai-nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat Madura, model pendidikan pemanusiaan anak dirasa yang paling sesuai.
Dengan pola pendidikan keluarga yang memanusiakan anak seperti yang diuraikan diatas, diharapkan tumbuh geerasi-generasi yang lebih manusiawi, tangguh dan utuh. Tanggguh dari terpaan realitas sosial yang tidak kondusif, utuh secara insani dari sisi jasmani dan rohani yang mampu mempertahankan nilai-nilai luhur dan budaya Madura secara kreatif namun bijak.