maupun cita-cita hidup. Sudah barang tentu, odheng merepresentasikan visi dan cita-cita hidup masyarakat Madura, yang sadar akan luhurnya tanah kelahiran, kemartabatan, senasib-seperjuangan, dan cinta warisan budaya. Terakhir, nilai bersifat mendorong, atau dengan kata lain terkandung motivasi hidup manusia. Untuk itu, pemakaian odheng dirasa mampu untuk memotivasi masyarakat Madura untuk berperilaku arif, bertata-krama yang baik, serta kesadaran untuk membangun Madura secara kolektif.
Sedangkan, dalam konteks moral, odheng dapat pula mencerminkan moral dari pemakainya. Konteks pemakaian benda oleh manusia, turut mempengaruhi pandangan moral bagi orang lain yang melihatnya, seperti pemahaman dalam analogi berikut ini:
- Seseorang yang mengkonsumsi narkoba, sudah barang tentu dipandang memiliki moral yang tidak baik (menyimpang). Terlepas orang tersebut berasal dari keluarga yang berpendidikan, namun nilai dari sebuah barang (Narkoba) yang dilarang hukum dan haram dalam ajaran agama, maka latar belakang seakan tidak berarti. Intinya, pemakaian narkoba mencerminkan moral pemakainya.
- Wanita berjilbab dengan yang tidak berjilbab, cenderung dipandang mencerminkan akhlak yang berbeda. Bagi yang berjilbab, dianggap menjalankan perintah Tuhan, sedangkan yang tidak berjilbab, dianggap sebaliknya, lalai terhadap perintah Tuhan. Dalam berbagai kasus, memang pemakaian jilbab juga belum tentu mencerminkan moral dari seorang wanita, namun dalam konteks ini, penekanan lebih mengarah pada pemakaian benda yang juga turut mempengaruhi pandangan moral akan seseorang.
Kedua contoh tersebut, setidaknya menjadi pengantar dalam memahami bagaimana sebuah benda yang digunakan ataupun dikonsumsi oleh manusia, dapat berpengaruh dalam membentuk pandangan moral bagi orang lain yang melihat dan merasakannya. Odheng, dalam hal ini bisa dipahami melalui dua analogi tersebut, yakni ketika masyarakat Pamekasan memakai odheng, terlebih memprakarsai gerakan pemakaian odheng di Madura, secara tidak langsung akan membangun anggapan publik bahwa masyarakat Pamekasan memiliki inisiatif untuk mengangkat kembali salah satu pakaian adatnya agar tidak hanya dipakai dalam kegiatan tertentu saja, melainkan dapat disesuaikan dengan kegiatan sehari-hari.
Poinnya, saat kabupaten lainnya di Madura lebih fokus untuk mengembangkan potensi alam di daerahnya, maka Pamekasan harusnya mampu untuk mengangkat dari sisi moral masyarakatnya, dengan cara gerakan memakai odheng. Ajaran moral setidaknya bersumber dari tiga hal, salah satunya yakni adat istiadat, dan dalam hal ini odheng membungkus suatu tata cara hidup para pewarisnya secara turun temurun, dengan ajaran moral yang berkaitan dengan baik buruknya sesuatu hal yang diyakini oleh masyarakanya sebagai pemilik budaya (Muchson & Samsuri, 2013:18-30). Hal yang harus disepakati adalah, bahwa sebagai warisan budaya, odheng harus diyakini sebagai materil budaya yang syarat akan ajaran moral tentang sebuah kearifan berperilaku masyarakat Madura.
Sebuah Potensi: Implementasi Pemakaian Odheng
Potensi menurut definisi KBBI, adalah sesuatu hal yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Odheng sebagai produk lokal budaya Madura (kebudayaan), pemakaiannya tidak bersifat statis, artinya tidak hanya diperuntukkan dalam kegiatan adat saja, lebih dari itu, odheng dapat dikembangkan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat, dalam konteks ini berupa pariwisata berbasis budaya. Salah satu contoh untuk memahami hal tersebut adalah model wisata di Bali, bahwa wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Bali, tidak sekadar ingin menikmati eksotika pemandangan alamnya saja, disisi lain adat berupa tata cara berkehidupan masyarakat Bali yang kental dengan nuansa peribadatan Hindu, menjadi destinasi