Lontar Madura

  • Home
  • Gapura
    • * Merawat Madura
    • Sejarah Madura
    • Budaya Madura
  • Lokalitas
    • Tradisi Madura
    • Sastra Madura
  • Ragam
    • Wisata Madura
    • Tokoh Madura
    • Peristiwa Madura
  • Folklore
    • Legenda Madura
    • Permainan Anak Madura
  • Info
    • Penginapan di Madura
    • Jarak Kota Jawa Timur
    • Jarak Jawa-Bali
    • Dukung Domasi
  • Arah
    • About Us
    • Privacy Policy
    • Disclaimers for Lontar Madura
    • Daftar Isi
    • Sitemap
  • Kontak
    • Forum Madura
    • Kirim Artikel
    • Komentar dan Saran Anda
  • Hantaran
    • Dengarkan, Lagu-Lagu Madura
    • Marlena
    • Mutiara yang Terserak
  • Unduhan
    • Tembhang Macapat
    • Materi Bahasa Madura
    • Madurese Folktales
  • Telusur
    • Peta Lokasi Lontar Madura
    • Penelusuran Praktis
  • Kanal
    • Madura Aktual
    • Lilik Soebari
    • Perempuan Laut
    • Babad Madura

Odheng Sebagai Implementasi Pengembangan Wisata Madura

▲ Menuju 🏛 Home ► Pariwisata Madura ► Odheng Sebagai Implementasi Pengembangan Wisata Madura ► Page 2

Ditayangkan: 25-09-2018 | dibaca : 3,655 views
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

odheng_maduraKabupaten Pamekasan yang juga turut berupaya mengembangkan potensi daerahnya, bisa dibilang belum begitu tampak implementasinya. Baru-baru ini, Pamekasan memiliki wahana wisata edukasi “Selamat Pagi Madura” yang berlokasi di Lawangan Daya, tapi dirasa masih belum cukup untuk mendongkrak popularitas wisata di Pamekasan. Hal lainnya yang juga turut menguatkan belum adanya niat untuk pengembangan pariwisata di Pamekasan, yakni tidak adanya data yang jelas terkait jumlah kunjungan wisata di Pamekasan.[1] Cukup ironis memang, disaat kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Sumenep cukup aktif mengembangkan potensi wisata di daerahnya.

Waktunya Pamekasan berbenah. Ketika kabupaten lainnya lebih fokus menggali potensi alam di daerahnya, maka dengan sikap tegas, Pamekasan harusnya mampu berbuat dengan langkah yang berbeda, yakni implemetasi pariwisata berbasis budaya.  Salah satunya yang berpotensi diangkat sebagai model pengembangan berbasis budaya, yakni odheng. Hal yang juga mendukung odheng memiliki potensi tersebut adalah sifat penggunaannya yang fleksibel, artinya tidak bersifat tahunan, bulanan, ataupun mingguaan dari segi penggunaannya, melainkan bisa dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Selain itu, odheng berbeda dengan beberapa kebudayaan lainnya di Madura yang bersifat agenda tahunan dan hanya dipentaskan dalam kurun waktu yang terbatas, misalnya tarian lokal Madura, Kerapan Sapi, Sapi Sonok, ataupun pentas budaya yang bersifat festival.

Terkait adanya perbedaan serta potensi dari odheng tersebut, akan menjadi poin penting dalam merumuskan sebuah gagasan beserta implementasinya pemakaiannya. Tulisan ini akan berupaya mendeskripsikan secara konkret, bagaimana odheng dapat menjadi terobosan pengembangan pariwisata berbasis budaya di Pamekasan.

Nilai dan Moral dari Pemakaian Odheng

Pada hakikatnya, setiap benda bergerak maupun yang tidak memiliki suatu nilai yang tercermin atas dasar persepsi. Kesimpulan dari sebuah nilai juga ditentukan dari pengalaman hidup manusia, sebagai pihak dominan yang memberikan persepsi tersebut. Ilmu filsafat berpandangan bahwa nilai menunjuk pada kata benda dan bersifat abstrak (Kaelan, 2008:87), dengan persepsi keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Kaelan (2008) juga melanjutkan, bahwa nilai dipakai manusia untuk mengukur puas atau tidaknya manusia dari penggunaan suatu benda. Intinya, nilai adalah instrument untuk mengukur kualitas yang melekat dari suatu benda, yang mampu menarik minat manusia untuk menggunakan benda tersebut.

Nilai juga seringkali disandingkan dengan moral. Manusia dalam memberikan sebuah nilai, tidak terlepas dari peranan moral dirinya sebagai manusia yang lahir untuk belajar. Menurut (Nata, 2009:92) moral merupakan hasil dari sebuah pembelajaran hidup manusia dari sebuah pembiasaan. Senada dengan terminologinya, moral berasal dari bahasa Latin mores, jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Sjarkawi (2006:27) menambahkan, arti lain dari kebiasaan itu bisa berwujud cara dan tingkah laku, akhlak, tutur-kata, tabiat maupun cara berkehidupan lainnya.

Berdasarkan hal tersebut, odheng sebagai salah satu pakaian adat Madura, tidak hanya mencerminkan unsur lokalitas semata, namun jauh daripada itu, terdapat nilai dan moral yang mampu mereduksi stigma negatif karakter masyarakat Madura, yang dikenal keras, garang, dan identik dengan perilaku carok. Untuk memahami nilai dari odheng tersebut, Daroeso (dalam Kaelan, 2008:39) menjelaskan tiga sifat nilai. Pertama, nilai itu bersifat realitas/ada (riel), dalam konteks ini keberadaan odheng merupakan bukti dari adanya konsensus nilai, yakni materil kebudayaan dari etnik Madura. Kedua, nilai bersifat normatif, artinya mengandung visi

Pages: 1 2 3 4 5 6 7

Dibawah layak dibaca

Tinggalkan Komentar Anda

Click here to cancel reply.

Kembali ke Atas

  •  

RSS_lontarmadura.com  

kosong
Lontar Madura
Madura Aktual
Lilik Soebari
Babad Madura Line
  • ▶ ᴅᴇɴɢᴀʀᴋᴀɴ

    https://www.maduraexpose.com/wp-content/uploads/2010/lm/lagu_madura.mp3
  • ᴘᴏsᴛɪɴɢ ᴘɪʟɪʜᴀɴ

    • Masa Keemasan Zaman Sultan Abdurrahman
      📚 Sejarah Madura
    • Keraton Mini, Peninggalan Panembahan Somala di Desa Lalangon
      📚 Wisata Madura
    • arya wirarajaJabatan Arya Wiraraja Sebelum Adipati di Sumenep
      📚 Budaya Madura
    • Naje’ Tampar: Cermin Kultus Harga Diri Orang Madura
      📚 Tradisi Madura
    • Agama Primitif Orang Madura
      📚 Budaya Madura

ALBUM LAGU MADURA

 
http://bahasa.madura.web.id/utama.php

Beralih Versi Mobile


© All Rights Reserved. Lontar Madura
Tim Pengelola | Privacy Policy | Disclaimers

Close